Kanal24 – Di tengah peluncuran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai langkah revolusioner pemenuhan gizi nasional, sejumlah pertanyaan krusial muncul: Apakah program ini cukup matang untuk menghadapi tantangan distribusi, pengawasan kualitas, dan keberlanjutan? Dengan dimulainya program di 190 titik di 26 provinsi pada Senin (6/1/2025), pemerintah menaruh harapan pada MBG sebagai solusi peningkatan gizi masyarakat sekaligus penggerak ekonomi lokal. Namun, kesiapan operasional, koordinasi lintas sektor, dan pengawasan menjadi ujian nyata bagi keberhasilan inisiatif ini.
Program ini menjadi tonggak pemenuhan gizi berskala nasional yang ditujukan bagi balita, anak sekolah, santri, ibu hamil, dan menyusui. Program MBG merupakan salah satu janji kampanye Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk periode 2024-2029.
“Kita bersyukur, tidak menunggu 100 hari. Tepat di hari ke-78, program MBG dimulai. Ini adalah tonggak bersejarah bagi bangsa Indonesia,” ujar Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, Minggu (5/1/2025).
Sebanyak 190 Dapur MBG yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN) siap beroperasi. Setiap dapur dipimpin oleh kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bekerja sama dengan ahli gizi dan akuntan untuk memastikan kualitas gizi, distribusi makanan, serta pengelolaan limbah secara ketat. Selain itu, untuk mendukung keberlanjutan, nampan penyajian menggunakan bahan stainless steel yang higienis dan dapat digunakan ulang.
Program ini juga dirancang untuk mendorong geliat ekonomi lokal. Sebanyak 140 UMKM telah terlibat dalam rantai pasok MBG, dengan ribuan lainnya sedang melalui proses evaluasi. Keterlibatan petani, peternak, koperasi, BUMDes, dan kopontren diharapkan mampu menggerakkan perekonomian daerah sekaligus memastikan ketersediaan bahan pangan berkualitas untuk program ini.
Hingga akhir Maret 2025, pemerintah menargetkan program MBG dapat menjangkau tiga juta penerima manfaat. Jumlah ini terus bertambah hingga mencapai 15 juta penerima pada akhir 2025, dan 82,9 juta penerima manfaat pada 2029. Dengan dukungan anggaran sebesar Rp71 triliun dari APBN 2025, program ini tidak hanya bertujuan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, tetapi juga mendukung Indonesia Emas 2045 dengan generasi yang sehat dan berkualitas.(din)