Oleh Noval Adib
Sudah menjadi pemahaman umum di kalangan investor/trader bahwa pengambilan keputusan mereka dalam bertransaksi entah itu keputusan buy, hold atau sell tidak selalu didasarkan pada pertimbangan yang rasional. Investor yang rasional biasanya akan selalu mengambil keputusan secara prudent (hati-hati dan bijak) dengan mempertimbangkan keuntungan dan resiko yang mungkin akan diperoleh. Data-data dari laporan keuangan maupun data pergerakan harga saham akan selalu menjadi bahan pertimbangan utama bagi investor rasional. Sebaliknya investor yang tidak rasional (irrational investor) adalah investor yang lebih mengedepankan emosi dalam mengambil keputusan seperti panik, ikut-ikutan, serakah, atau cuek.
Harga saham di pasar modal setiap hari terbentuk berdasarkan gabungan hasil keputusan yang rasional dan irrasional oleh para investor. Tidak pernah harga saham di pasar modal mencerminkan 100% informasi akuntansi/laporan keuangan.
Gambar 1: Hubungan Antara Informasi Akuntansi dengan Harga Saham
Gambar 1 di atas menunjukkan seberapa besar hubungan antara informasi akuntansi dengan harga saham. Tampak pada gambar tersebut bahwa informasi akuntansi tidak pernah sepenuhnya (100%) menjelaskan harga saham. Artinya masih ada sekian persen factor-faktor lain yang turut menjelaskan/membentuk harga saham. Apa saja factor-faktor lain itu? Tentunya salah satunya adalah factor emosional investor yang turut membentuk harga saham di pasar modal. Adanya factor-faktor emosional investor tersebut yang membuat hipotesis pasar efisien yang dicetuskan oleh Fama (1970) menjadi tidak pernah terwujud. Pasar efisien adalah pasar dimana harga-harga yang terbentuk mencerminkan reaksi terhadap informasi yang beredar. Namun pada kenyataannya harga saham yang terbentuk di pasar tidak pernah sepenuhnya merefleksikan atau merupakan reaksi terhadap informasi yang beredar di pasar.
Lalu apa saja factor- factor emosional yang turut membentuk harga saham di pasar modal? Hannon (2009) telah meringkasnya sebagaimana tampak pada gambar 2 berikut:
Gambar 2: Tahap-Tahap Emosional Investor
Tahap 1 adalah tahap optimisme dimana investor mempunyai pandangan yang positif terhadap pasar modal sehingga mendorong mereka untuk melakukan pembelian saham.
Tahap 2 adalah tahap kegembiraan investor karena saham yang dibeli harganya naik
Tahap 3 adalah tahap menggairahkan bagi investor dimana mereka mulai merasa pandai dalam berinvestasi karena keuntungan yang dihasilkan semakin besar.
Tahap 4 adalah tahap euforia dimana investor pada tahap ini merasa begitu mudahnya menghasilkan profit dengan cepat. Di tahap ini pula investor mulai mengabaikan resiko yang mengancam dalam berinvestasi sehingga membuat mereka mulai lengah dan mengabaikan resiko yang mungkin timbul.
Tahap 5 adalah tahap kecemasan investor karena saham-saham yang dimiliki harganya mulai turun
Tahap 6 adalah tahap penyangkalan. Pada tahap ini pasar tidak rebound atau berbalik arah naik. Investor tidak tahu harus berbuat apa dan mulai menyangkal bahwa mereka telah membuat keputusan yang salah.
Tahap 7 adalah tahap ketakutan dimana realitas pasar makin tampak membingungkan dan investor merasa bahwa saham-saham mereka tidak akan naik lagi harganya.
Tahap 8 adalah tahap putus asa dimana investor sudah tidak tahu harus berbuat apa dan sehingga menerima saran apapun dari pihak lain untuk membuat harga saham mereka kembali ke titik impas.
Tahap 9 adalah tahap panik dimana investor sudah merasa lelah dan tidak tahu harus berbuat apa.
Tahap 10 adalah tahap menyerah dimana investor sudah merasa saham-saham yang dimiliki sudah tidak akan pernah kembali naik dan menjual saham-sahamnya untuk mencegah kerugian lebih banyak lagi di masa depan.
Tahap 11 adalah tahap kesedihan dimana investor menjual semua sahamnya dan berniat tidak akan pernah beli saham lagi.
Tahap 12 adalah tahap depresi dimana investor merasa begitu bodoh.
Tahap 13 adalah tahap harapan, dimana investor mulai menyadari bahwa pasar sudah mulai balik arah menguat sehingga membuat investor kembali mencari saham yang cocok untuk dibeli.
Tahap 14 adalah tahap lega dimana investor kembali mendapat untung. Kepercayaan investor terhadap pasar mulai kembali terbangun pada tahap ini yang ditandai dengan pembelian kembali saham-saham untuk investasi di masa depan.
Lalu pelajaran apa yang bisa ditarik dari tahapan-tahapan emosional investor tersebut? Tiap investor pasti mengikuti siklus emosional di atas dalam membuat keputusan investasinya. Dengan demikian mestinya ada yang bisa dimanfaatkan dari tahapan-tahapan emosional investor tersebut. Warren Buffet pernah memberi nasihat yang sangat terkenal di kalangan investor: be fearful when others are greedy and greedy when others are fearful (takutlah ketika orang lain serakah, dan serakahlah ketika orang lain takut). Apa yang dinasihatkan oleh WB tersebut dikenal dengan strategi kontrarian, yaitu strategi mengambil tindakan yang berlawanan dari kebanyakan orang. Jadi misalnya ketika kebanyakan orang lain beli saham ABCD, maka tindakan investor dengan strategi kontrarian justeru menghindari saham ABCD tersebut, begitu pula sebaliknya.
Strategi kontrarian ini mengajarkan kita untuk selalu mencari saham yang harganya murah atau jatuh karena sedang dihindari orang, dan sebaliknya menghindari saham yang harganya mahal atau lagi naik tinggi karena sedang diburu orang, atau dengan kata lain: belilah dari orang yang pesimis dan juallah kepada orang yang optimis. Namun demikian tetap perlu diperhatikan saham yang harus dipilih, yaitu saham yang memang aktif diperdagangkan setiap hari, bukan saham tidur. Selain itu saham yang dipilih haruslah saham dari perusahaan yang bisnisnya jelas dan mudah dipahami. Itu semua demi menyelamatkan uang kita jangan sampai uang kita nyangkut pada saham yang tidur atau saham yang nggak jelas bisnis perusahaannya. Nah selamat mencari cuan dari memanfaatkan kondisi emosi orang lain.
Penulis adalah Kepala Laboratorium Investasi dan Pasar Modal serta dosen pada Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Universitas Brawijaya.