Oleh : Setyo Widagdo
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UB – [email protected]
Headlines harian Kompas 21 Januari 2025 menyatakan “Trump Dilantik, Dunia Bersiap Terguncang” headlines Kompas tersebut memberi sinyal bahwa kebijakan-kebijakan Trump, baik di bidang ekonomi maupun geo politik akan penuh “kontroversi”.
Gaya kepemimpinan ala koboi diduga akan mewarnai Pemerintahan Trump 4 tahun ke depan, tidak jauh beda dengan gaya ketika pertama kali Ia menjabat Presiden 2017-2021.
Kontroversi kebijakan Trump bahkan sudah terasa sebelum Ia dilantik dan sudah mulai mengkawatirkan dan meresahkan dunia, termasuk Indonesia.
Kebijakan yang kontroversial itu antara lain tersebarnya berita bahwa tim transisi Presiden Donald Trump, mengusulkan rencana kontroversial untuk merelokasi sekitar dua juta penduduk Jalur Gaza ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Rencana ini bertujuan untuk mengosongkan wilayah Gaza guna rekonstruksi pascaperang dan mengurangi ketegangan antara Israel dan Hamas. Namun, usulan ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, terutama di Indonesia.
Pemerintah Indonesia dengan tegas menolak rencana relokasi tersebut. Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerima informasi atau rencana apa pun terkait relokasi penduduk Gaza ke Indonesia. Mereka menegaskan bahwa setiap upaya untuk memindahkan atau mengusir penduduk Gaza tidak dapat diterima, karena hal itu dianggap sebagai upaya untuk mendukung pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina.
Selain itu, rencana mengosongkan Gaza dengan dalih rekonstruksi patut diwaspadai, sebab begitu Gaza kosong, Israel akan mendudukinya dan warga Gaza yang direlokasi tidak bisa kembali karena di kemudian hari akan di halang halangi oleh Israel atau dengan kata lain Israel menolak warga yang di relokasi itu masuk Gaza kembali. Akal akalan ini patut dicurigai.
Ketika warga Palestina di Gaza tidak memiliki posisi tawar, masyarakat internasional pun tidak berdaya menghadapi AS dan Israel, maka penyesalan tinggal penyesalan, Gaza akan 100% dikuasai Israel dengan dukungan AS.
Oleh karena itu sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah tepat dan benar yang menyatakan penolakannya terhadap rencana relokasi ini, sebab bukan tidak mungkin ada agenda tersembunyi di balik topeng kemanusiaan dari rencana relokasi ini, yang bertujuan untuk melemahkan perjuangan Hamas dan rakyat Palestina. MUI menegaskan bahwa solusi terbaik adalah menghentikan agresi dan pendudukan Israel, bukan memindahkan penduduk asli dari tanah air mereka.
Demikian pula DPR RI harus tegas menolak rencana relokasi ini. Indonesia adalah negara berdaulat, yang tentu tidak ingin kedaulatannya di obrak abrik oleh negara lain semaunya sendiri.
Indonesia harus berhati-hati dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari menerima relokasi penduduk Gaza. Yang harus dikedepankan adalah pentingnya mencari solusi yang adil dan permanen bagi konflik Palestina-Israel, tanpa harus memindahkan penduduk dari tanah kelahiran mereka.
Para analis internasional menilai bahwa rencana relokasi ini dapat dianggap sebagai upaya untuk mengubah demografi wilayah tersebut dan memperkuat posisi Israel. Mereka berpendapat bahwa solusi yang lebih tepat adalah mendorong dialog dan negosiasi untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan, serta menghormati hak-hak dasar penduduk Palestina.
PENUTUP
Rencana relokasi penduduk Gaza yang diusulkan oleh tim transisi Donald Trump menuai penolakan keras dari berbagai pihak, terutama di Indonesia. Penolakan ini didasarkan pada prinsip kedaulatan, keadilan, dan hak asasi manusia, serta kekhawatiran bahwa relokasi tersebut hanya akan memperburuk situasi dan mendukung pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina. Solusi yang lebih tepat dianggap melalui dialog dan negosiasi untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan tanpa harus memindahkan penduduk dari tanah air mereka (*)