KANAL24, Malang – Virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 terus bermutasi. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan, ditemukan dua kasus mutasi virus corona asal Inggris atau B.1.1.7 yang ditemukan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Laporan ini diumumkan oleh Wamenkes Dante Saksono Harbuwono dalam acara Inovasi Indonesia untuk Indonesia Pulih Pasca-pandemi, yang disiarkan langsung di kanal YouTube Kemenristek/Brin, Selasa (2/3/2021).
Lantas, apa sebenarnya SARS-CoV-2 variant B.1.1.7 itu? Kanal24.co.id menghubungi dr. Andrew William Tulle, M.Sc, staf divisi virologi departemen mikrobiologi klinik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB). Ia menjelaskan SARS-CoV-2 variant B.1.1.7 merupakan varian baru dari virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19. Varian ini pertama kali dideteksi di Inggris. Menurut laporan, varian ini muncul sekitar September sampai Oktober 2020, namun ada ahli yang menduga kalau varian baru ini kemungkinan sudah ada sejak sebelum September 2020.
“Varian baru ini muncul karena adanya perubahan ditingkat gen akibat adanya mutasi. Sebetulnya mutasi ini sesuatu yang wajar terjadi, tidak hanya virus tapi juga pada mahkluk hidup yang lain dan merupakan salah satu upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan supaya bisa bertahan hidup,” ungkapnya, Rabu (3/3/2021).
Lebih lanjut, jika dibandingkan dengan varian virus SARS-CoV-2 sebelumnya, pada varian ini terjadi mutasi atau perubahan susunan asam nukleat pada materi genetik virus SARS-CoV-2 atau gen virus. Gen ini berperan dalam mengkode pembuatan protein yang menjadi bagian dari virus tersebut. Dengan adanya perubahan gen, susunan protein virus tersebut juga menjadi berubah, hasil akhirnya sifat atau karakteristik dari virus tersebut juga bisa berubah. Perubahan pada varian B.1.1.7 ini terjadi pada gen yang mengkode protein S (spike), yaitu bagian dari virus yang berperan dalam proses penempelan virus pada sel manusia yang diinfeksinya.
Lalu, gejala apa saja yang disebabkan oleh varian virus tersebut?
Menurut Andrew, berdasarkan laporan di negara lain dan hasil penelitian, pada dasarnya sakit yang ditimbulkan sama saja dengan virus COVID-19 varian lama. Perubahan atau mutasinya hanya mempengaruhi sebagian kecil saja dari seluruh gen yang dimiliki virus COVID-19, jadi perubahan sifatnya tidak banyak, termasuk penyakit yang ditimbulkan juga tetap sama.
Berdasarkan laporan dari negara-negara lain tidak ada perbedaan gejala yg muncul akibat virus varian baru ini. Kalau dari artikel di beberapa kanal berita di Indonesia, ada yang mengatakan bahwa keluhan yang dialami pasien yang terjangkit varian baru ini berbeda dari virus COVID-19 yang lama, ada pusing, lemas, mual. Sebetulnya gejala-gejala itu merupakan gejala yang umum muncul pada infeksi virus atau dikenal sebagai flu like syndrome. Gejalanya seperti demam, sakit, kepala, merasa kelelahan, lemas, dan tidak enak badan. Namun, sifat yang jelas berbeda dari varian baru ini, menurut penelitian adalah protein spikenya mampu berikatan dengan sel manusia lebih kuat daripada varian sebelumnya. Sifat yang lain adalah lebih mudah ditransmisikan dibandingkan varian yang lama.
Andrew juga mengatakan, bahwa masyarakat perlu memperhatikan pada sifat virus varian baru (SARS-CoV-2 B.1.1.7) yang lebih mudah ditransmisikan. Jadi, harus tetap berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya transmisi virus COVID-19.
“Kepatuhan terhadap protokol kesehatan harus tetap dipertahankan atau bahkan semakin ditingkatkan. Kalau ada yang mulai kendor karena pertimbangan sudah adanya vaksin, jangan kedor, diperketat lagi perilaku memakai masker, menjaga jarak dan menjaga hand hygiene atau kebersihan tangan,” tandasnya. (Meg)