KANAL24, Jakarta – Memiliki tambang emas terbesar dunia pemerintah berencana mendirikan bank emas batangan (bulion) untuk memacu perdagangan logam mulia di dalam negeri.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pemerintah sedang berkonsultasi dengan berbagai pihak termasuk bank sentral dan industri pertambangan, dan berencana untuk mulai mengoperasikan bank tersebut pada 2024.
“Kita ekspor ke negara-negara transit karena mereka memiliki sistem perdagangan emas yang lebih baik, baik dalam bentuk bank batangan atau bursa yang lebih baik dari kita,” kata Lutfi. “Sebagai negara penghasil emas, mengapa kita menjualnya ke negara transit?” imbuhnya, Rabu (23/6/2021).
Indonesia adalah produsen emas terbesar di Asia Tenggara, dengan tambang Grasberg di Papua sebagai salah satu cadangan terbesar di dunia.
Dorongan untuk membentuk bank emas adalah bagian dari upaya Indonesia untuk mendongkrak rantai nilai komoditas sumber daya dalam negeri. Upaya tersebut termasuk mendorong penambang tembaga dan nikel untuk berinvestasi mendirikan smelter di dalam negeri, yang akan meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dalam negeri dibanding hanya mengekspor bahan mentah.
Bank bullion akan melibatkan berbagai kegiatan, termasuk kliring, lindung nilai, perdagangan, dan penyimpanan emas dan logam mulia. Bank global yang terlibat dalam perbankan bullion, antara lain; JPMorgan Chase & Co. dan HSBC Holdings Plc, dengan sebagian besar anggota London Bullion Market Association. Memiliki bank emas di dalam negeri akan mengurangi kebutuhan untuk mengimpor produk emas yang telah mendapatkan sertifikasi di luar negeri.
Lutfi menambahkan, Indonesia selama ini mengekspor sebagian besar emasnya ke negara-negara seperti Singapura dan Australia, yang merupakan pusat perdagangan emas, yang bukan pasar konsumsi. Pemerintah sedang dalam pembicaraan dengan negara-negara pembeli emas, termasuk anggota Dewan Kerjasama Teluk, untuk membuat kesepakatan perdagangan untuk bersaing dengan “negara-negara transit” yang ada.(sdk)