Kanal24, Jakarta – Anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dipangkas sebesar Rp8,03 triliun dari total alokasi awal Rp33,5 triliun pada tahun 2025. Pemangkasan ini dilakukan sebagai bagian dari kebijakan efisiensi anggaran sesuai Instruksi Presiden No. 1/2025. Akibatnya, anggaran yang tersisa untuk kementerian ini hanya sekitar Rp25,5 triliun.
Kebijakan efisiensi anggaran juga berdampak pada kementerian lain dengan total pemotongan anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun dari alokasi awal Rp1.160,1 triliun untuk APBN 2025.
Sektor yang Terdampak
Dalam Lampiran Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025, beberapa pengeluaran Kemendikdasmen yang terkena pemangkasan anggaran meliputi:
- Alat tulis kantor: 90%
- Percetakan dan suvenir: 75,9%
- Sewa gedung, kendaraan, peralatan: 73,3%
- Infrastruktur: 34,3%
- Diklat dan bimbingan teknis: 29%
- Honor kegiatan dan jasa profesi: 40%
- Pemeliharaan dan perawatan: 10,2%
Namun, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa pemangkasan ini tidak akan memengaruhi program strategis seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Indonesia Pintar (PIP), dan tunjangan sertifikasi guru.

Dampak pada Infrastruktur Pendidikan
Pemangkasan anggaran diperkirakan akan berdampak pada pembangunan dan perawatan infrastruktur pendidikan. Berdasarkan data dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), sekitar 32 kabupaten/kota masih kekurangan daya tampung di jenjang SMP/Madrasah Tsanawiyah (MTS). Sementara itu, 46% kabupaten/kota bergantung pada keberadaan sekolah swasta untuk memenuhi kebutuhan daya tampung siswa.
Kekurangan sekolah ini dapat memengaruhi implementasi wajib belajar 13 tahun yang mencakup PAUD hingga SMA. Para pengamat pendidikan menilai, ketersediaan sekolah dan daya tampung yang tidak memadai dapat meningkatkan potensi putus sekolah.
Ancaman Bagi Guru Honorer
Masalah lain yang muncul adalah nasib guru honorer. Pemangkasan anggaran ini dikhawatirkan akan berdampak pada pemberhentian guru honorer di sekolah negeri. Sebelumnya, kasus serupa terjadi pada lebih dari 100 guru honorer di Jakarta pada 2024 yang diberhentikan tanpa proses rekomendasi berjenjang.
Selain itu, keterbatasan anggaran juga memengaruhi perekrutan guru baru, terutama dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Jumlah formasi yang dibuka akan bergantung pada anggaran yang tersedia.
Efisiensi Anggaran untuk Program Prioritas
Pemerintah menyebut kebijakan efisiensi ini diperlukan untuk mendukung program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis, ketahanan pangan, dan energi. Namun, pengamat pendidikan mempertanyakan konsistensi pemerintah terhadap amanat Konstitusi yang mengharuskan alokasi minimal 20% dari total APBN untuk sektor pendidikan.
Dengan pemangkasan ini, tantangan pendidikan di Indonesia, seperti ketimpangan daya tampung sekolah, kesejahteraan guru, dan akses pendidikan gratis, sepertinya akan semakin sulit.