Kanal24, Malang – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat bahwa penerimaan negara dari sektor ekonomi digital mencapai angka fantastis sebesar Rp 34,91 triliun hingga 31 Maret 2025. Angka ini mencerminkan kontribusi signifikan dari berbagai sub-sektor digital, mulai dari perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), aset kripto, layanan teknologi finansial (fintech), hingga transaksi pengadaan melalui sistem pemerintah.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa porsi terbesar dari total penerimaan tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan PMSE, yang mencapai Rp 27,48 triliun. Jumlah ini dikumpulkan dari 190 pelaku usaha PMSE yang telah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran sejak 2020 hingga 2025.
Baca juga:
Ekonomi Digital Sumbang Rp 33,39 Triliun Pajak Awal 2025
Rinciannya, PPN PMSE tersebut berasal dari:
- Rp 731,4 miliar di tahun 2020,
- Rp 3,90 triliun di tahun 2021,
- Rp 5,51 triliun di tahun 2022,
- Rp 6,76 triliun di tahun 2023,
- Rp 8,44 triliun di tahun 2024,
- dan Rp 2,14 triliun per Maret 2025.
Hingga Maret 2025, pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Salah satu perubahan terbaru terjadi pada Maret 2025 dengan adanya pembetulan data pemungut atas nama Zoom Communications, Inc.
Pajak Kripto Tembus Rp 1,2 Triliun
Sektor aset digital kripto juga menunjukkan kontribusi stabil terhadap penerimaan negara. Sampai dengan Maret 2025, pajak kripto telah menyumbang Rp 1,2 triliun. Jumlah ini diperoleh dari:
- Rp 246,45 miliar di tahun 2022,
- Rp 220,83 miliar di tahun 2023,
- Rp 620,4 miliar di tahun 2024,
- dan Rp 115,1 miliar di tahun 2025.
Dari total penerimaan tersebut, PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger berkontribusi sebesar Rp 560,61 miliar, sedangkan PPN dalam negeri atas transaksi pembelian kripto di exchanger menyumbang Rp 642,17 miliar.
Fintech Sumbang Rp 3,28 Triliun
Layanan keuangan berbasis teknologi atau fintech, khususnya peer-to-peer (P2P) lending, telah menyumbang penerimaan sebesar Rp 3,28 triliun hingga Maret 2025. Kontribusi tersebut terbagi dalam:
- Rp 446,39 miliar di tahun 2022,
- Rp 1,11 triliun di tahun 2023,
- Rp 1,48 triliun di tahun 2024,
- dan Rp 241,88 miliar di tahun 2025.
Penerimaan ini terdiri atas:
- PPh 23 atas bunga pinjaman untuk Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp 834,63 miliar,
- PPh 26 atas bunga untuk Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sebesar Rp 720,74 miliar,
- serta PPN dalam negeri sebesar Rp 1,72 triliun.
Pajak SIPP Capai Rp 2,94 Triliun
Tak kalah penting, pajak atas transaksi pengadaan barang/jasa pemerintah yang tercatat melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) juga memberikan pemasukan senilai Rp 2,94 triliun. Penerimaan ini berasal dari:
- Rp 402,38 miliar di tahun 2022,
- Rp 1,12 triliun di tahun 2023,
- Rp 1,33 triliun di tahun 2024,
- dan Rp 94,18 miliar di tahun 2025.
Komposisinya terdiri dari PPh sebesar Rp 200,21 miliar dan PPN sebesar Rp 2,74 triliun.
Komitmen Pemerintah: Ciptakan Kesetaraan Berusaha
Dwi Astuti menegaskan bahwa pemerintah akan terus mendorong kesetaraan berusaha atau level playing field antara pelaku usaha konvensional dan digital. Salah satu langkah konkret yang terus dilakukan adalah penunjukan pelaku usaha luar negeri yang menjual produk atau memberikan layanan digital ke konsumen di Indonesia untuk menjadi pemungut PPN.
Baca juga:
Pertumbuhan Ekonomi 2024 Stagnan, Target 8% Mustahil?
“Pemerintah juga akan terus menggali potensi penerimaan dari berbagai bentuk usaha ekonomi digital lainnya, termasuk transaksi kripto, bunga pinjaman fintech, dan pengadaan barang/jasa melalui sistem elektronik pemerintah,” tutup Dwi.
Penerimaan pajak dari sektor digital menunjukkan peran vital ekonomi digital dalam menopang pendapatan negara. Dengan penguatan regulasi dan pengawasan, sektor ini diprediksi akan terus tumbuh dan berkontribusi lebih besar ke depan. (nid)