Oleh : Akhmad Muwafik Saleh*
Setiap mahkluk hidup apabila ingin menaikkan kualitas dirinya, selalu melalui mekanisme puasa. Perhatikan ulat, disaat ingin merubah dirinya menjadi lebih baik, dia melakukan puasa dengan menjadi kepompong. Ular disaat ingin merubah kulitnya, juga melalui mekanisme puasa. Bahkan beberapa hewan seperti kura-kura, katak, beruang dan lain sebagainya, apabila ingin lebih bisa bertahan dalam cuaca ekstrem mereka berpuasa dengan melakukan hibernasi. Yaitu dengan cara tidak makan dan minum guna menghemat energi, terutama selama musim dingin saat terjadi kelangkaan makanan, membakar cadangan energi, lemak tubuh, dengan perlahan.
Tumbuhan juga memiliki mekanisme berpuasa yang disebut dormansi, di mana biji tidak selalu tumbuh alami dan membutuhkan lingkungan yang tepat untuk mulai berkecambah. Selama dormansi, metabolisme diperlambat dan biji mengandalkan cadangan pada keping biji/kotiledon.
Demikian pula dengan manusia. Dahulu, seseorang jika ingin memiliki kesaktian yang mandraguna, mereka melakukan puasa dengan cara bersemedi di tempat-tempat tersembunyi dan menahan makan minum selama proses tersebut. Setelah sekian lama melakukan laku yang demikian, dapatlah dipastikan mereka akan memiliki kesaktian yang hebat.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala sang pencipta kehidupan telah menjadikan puasa sebagai mekanisme peningkatan kualitas diri makhluk hidup dengan berbagai caranya sendiri-sendiri. Puasa Ramadan semenjak awal telah dicanangkan oleh Allah sebagai mekanisme itu sehingga menjadi Amaliah wajib ada setiap generasi demi generasi umat-umat sebelum umat Muhammad. Hal ini terungkap dari firman Allah tentang kewajiban puasa
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
[Surat Al-Baqarah: 183]
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Berdasarkan firman nya ini Allah memberikan isyarat bahwa Puncak kualitas dari seorang diri manusia adalah Taqwa. Hal ini juga ditegaskan dalam firman Allah :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
[Surat Al-Hujurat: 13]
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.
Bahkan Allah juga menjelaskan bahwa sebaik-baik bekal seorang manusia untuk dapat kembali kepada Allah adalah Taqwa sebagaimana dalam firmannya
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ
[Surat Al-Baqarah: 197]
Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!
Berbagai dalil di atas menunjukkan bahwa taqwa adalah level tertinggi kemanusiaan, baik dalam hubungannya dengan Allah, maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia. Dalam hubungannya dengan Allah, maka taqwa secara sederhana dimaknai sebagai suatu bentuk konsistensi sikap dalam menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Sementara dalam hubungannya dengan sesama manusia, maka seseorang yang bertaqwa adalah dia yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, baik terhadap dirinya, maupun terhadap orang lain. Tanggung jawab terhadap diri, berupa kemampuannya merawat potensi diri sehingga mampu melahirkan berbagai karya-karya prestatif. Sementara dalam hubungannya dengan sesama manusia dia mampu memberikan nilai kebermanfaatan dalam setiap posisi dan perannya di manapun dia berada.
Tujuan utama puasa ramadhan adalah untuk menggapai puncak kualitas kemanusiaan. Hal ini dicirikan melalui Firman Allah swt :
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ
“Yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat”. (QS. Al-Baqarah: 3-4).
Berdasarkan Firman Allah tersebut diatas, dapat dipahami setidaknya terdapat 5 ciri orang bertaqwa, orang yang memiliki kualitas terbaik, antara lain :
- Memiliki kekuatan mindset beyond rational (الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ)
- Memiliki kekuatan personalitas (وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ)
- memiliki kepedulian yang tinggi pada sosial (وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ)
- Memiliki penguasaan fakta ilmu pengetahuan (وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ)
- Memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi akan masa depan (ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ)
Jadi sejatinya puas Romadhon adalah untuk meningkatkan kualitas diri yang paripurna sebagai puncak daripada kemanusiaan kita baik dihadapan manusia ataupun di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan menahan makan minum, lapar, haus dan dahaga, diharapkan manusia mampu melakukan proses perubahan menjadi lebih baik daripada hari-hari yang dilalui sebelumnya dan tidaklah keluar di bulan Ramadan kecuali menjadi pribadi baru dengan kualitas yang terbaik dan mampu memunculkan “kesaktian” dirinya yaitu sebagai manusia yang mampu menunjukkan kualitas diri paripurna dan kebermanfaatan pada sesama.
Semoga puasa yang kita jalani dapat mengantar pada derajat kualitas kemanusiaan tertinggi yaitu taqwa. Aamiin. (ams)
*) Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UB, Pengasuh Ponpes Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang