KANAL24, Malang – Presiden Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya Farhan Azis menyoroti kebijakan kampus merdeka dari Mendikbud Nadiem Makarim. Menurutnya, ada beberapa hal yang membuat Farhan belum sepakat 100 persen terkait kebijakan tersebut.
“Dengan program fleksibilitas belajar, yang mana mahasiswa diberikan 3 semester untuk mengikuti kegiatan di luar prodi, saya setuju karena di era persaingan yang semakin ketat ini harus ada fleksibilitas dan kemampuan yang variatif dari seorang individu, oleh karena itu program ini mengakomodir,” terang Farhan.
Lanjutnya, permasalahannya kalau memang benar diterapkan pada mahasiswa, itu tidak menjamin kompetensi dalam bidang-bidang spesifik. Pemuda asal Jakarta tersebut mencontohkan di bidang ekonomi, mata kuliah valuasi itu tidak bisa dipelajari hanya 5 semester saja, sehingga ini sangat problematik ketika mahasiswa benar-benar dibebaskan.
“Kenapa itu tidak cukup kalau misal kita belajar di luar program kita. Jikalau kurikulum itu masih sama pada umumnya, sekalipun saya pindah satu semester itu tidak akan berarti karena kurikulumnya masih umum atau teoritik sehingga tidak terlalu aplikatif. Kalau misalkan ada program seperti itu, harus dengan jurusan yang signifikan yang diambil oleh mahasiswa, sehingga bisa applicable,” jelasnya.
Dikti Sosialisasikan Kebijakan Kampus Merdeka
Selain itu, Farhan juga menyinggung soal Mendikbud yang dinilai terlalu fokus pada sertifikasi untuk kebutuhan industri yang masih amburadul. Mahasiswa FEB UB ini tidak setuju kalau pendidikan selalu dikaitkan dengan kebutuhan industri. Padahal Pendidikan itu tidak hanya untuk industri tetapi juga untuk kebutuhan sosial.
“Seharusnya kita sebagai bangsa punya standard sendiri dalam mengartikan sebuah pendidikan. Jadi saya rasa tidak perlu full ke pekerjaan / job centric. Takutnya, kita melupakan program-program sosial seperti pengabdian, kesukarelaan kepada masyarakat dan yang lain,”pungkasnya. (meg)