Oleh : Dr. Akhmad Muwafik Saleh, S.Sos. M.Si.*
Tidak diragukan lagi bahwa shalat khusyuk adalah solusi masalah hidup kita. Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, bahwa shalat khusyuk berada pada gelombang otak yang sangat efektif untuk penyelesaian masalah yaitu gelombang otak theta. Suasana sangat damai, sangat tenang, deep thinking, yang merupakan kondisi utama dalam proses penyelesaian masalah. Demikianlah yang Allah SWT sampaikan dalam Alquran, bahwa hanya orang-orang yang khusyuk Shalatnya, dialah yang akan mampu menemukan jalan keluar atas masalah. sebagaimana dalam firmanNya QS. Albaqarah :45.
Walaupun seseorang yang mencapai shalat khusyuk ternyata hanyalah sedikit, bahkan kebanyakan dari kita bisa jadi kehilangan khusyuk itu semenjak Takbiratul Ihram hingga salam. Dan mungkin jarang sekali kita mendapati suasana khusyuk dalam shalat yang kita lakukan . Bahkan kebanyakan orang yang shalat hanya mencapai sepersepuluh persen saja dalam kondisi khusyuk saat mereka mengerjakan shalat yang kita lakukan. Sebagaimana sabda Nabi :
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ، وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْر صَلاَتِهِ، تُسْعُهَا ثُمُنُها، سُبْعُها سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثُلُثها، نصفُها
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mengerjakan salat, namun pahala salat yang tercatat baginya hanyalah sepersepuluh (dari) salatnya, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan seperduanya saja.” (HR. Abu dawud)
Lalu bagaimana agar Shalat kita bisa mencapai pada suasana khusyuk ? Hal yang pertama adalah persiapan lahiriyah, yaitu segala hal yang melekat pada diri kita di saat shalat yaitu haruslah bersih dan suci dari segala hal yang diharamkan oleh Allah. artinya baik pakaian dan juga yang masuk pada tubuh kita adalah sesuatu yang halal sehingga pikiran damai tindakan tenang hingga doa kita menjadi mudah dikabulkan. Sebagaimana sabda Nabi :
ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يديه إلى السماء : يارب يا رب, ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسه حرام, وغذي بالحرام فأنى يستجاله لذلك
“… lalu Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam menyebutkan seorang yang safar (bepergian) jauh, baju compang-camping dan berdebu. Ia menengadahkan tangan ke langit seraya berdoa, ‘Ya Tuhanku … ya Tuhanku …’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia tumbuh dari harta yang haram. Lantas bagaimana mungkin doanya dikabulkan?!” (HR. Muslim)
Kedua, aspek ilmiah yaitu pemahaman kita atas sifat-sifat Shalat Nabi artinya usahakan salat yang kita lakukan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan mengikuti setiap bacaan dan gerakannya. Untuk itu perlunya pemahaman dan ilmu pada persoalan ini.
Ketiga, aspek batiniah yaitu kemampuan kita untuk memahami apa yang kita baca dari setiap bacaan shalat sehingga kita benar-benar mampu memahami dengan baik setiap bacaannya dan kita benar-benar bisa merenungi apa yang kita baca terhadap setiap makna dibalik pesan bacaan-bacaan salat itu, sehingga kita benar-benar merasa sedang berdialog dengan Allah, merasa sangat dekat dengan Allah dan kita menyampaikan setiap keluh kesah kita kepadaNya.
Mengapa kebanyakan kita tidak khusyuk dalam menjalankan salat ? salah satu faktornya karena kita tidak mengerti atas apa yang kita baca. Ibarat orang berkata-kata namun tidak paham atas apa yang dikatakannya, itulah yang disebut orang yang sedang mabuk atau gila. Karena itulah diingatkan oleh Allah dalam FirmanNya
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡرَبُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمۡ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعۡلَمُواْ مَا تَقُولُونَ ….
Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, . [Surat An-Nisa’: 43]
Bagaimana mungkin seseorang akan khusyuk, sementara pikirannya tidak menyatu dengan apa yang dia lakukan, serta tidak mengerti dan tidak paham akan maksud yang dibaca. Ibarat seseorang di saat berkomunikasi dengan orang lain, pada saat dia mengerti betul tentang apa yang dia ucapkan, bahwa dia sedang memohon terhadap orang yang diajak bicara, maka tentu dia akan melakukannya (meminta) dengan sungguh-sungguh, bahkan dengan penuh penghayatan.
Demikianlah dengan Shalat kita, Apabila seseorang yang sedang melaksanakan ibadah shalat mengetahui dengan apa yang di ucapkannya dan sadar dengan siapa dia berkomunikasi, maka tentulah ia akan penuh dengan kesungguhan, khusyuk saat melaksanakan, karena dia tahu sedang berhadapan dengan Dzat Yang Maha Mendengar, Yang Maha Memiliki Segala Sesuatu, Maha Penguasa Segala Kerajaan dan Maha Belas Kasih terhadap siapapun hambanya, serta Maha Pemalu, yaitu malu Apabila ada orang yang sedang meminta padaNya, namun tidak terkabulkan atas apa yang mereka pinta dan pulang dalam keadaan tangan kosong.
Karena itulah Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan arahan (clue) tentang bagaimana agar seseorang saat melaksanakan shalat dapat mencapai suasana khusyuk. sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam FirmanNya :
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ. ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ رَبِّهِمۡ وَأَنَّهُمۡ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.[Surat Al-Baqarah: 45-46]
Berdasarkan pesan Ayat tersebut bahwa untuk mencapai kekhusuan dicirikan dengan :
Perrtama, harud adanya suatu perasaan bahwa seakan-akan dia sedang berjumpa dengan Tuhannya. Saat seseorang sedang melaksanakan shalat maka sejatinya ia sedang berkomunikasi dengan Allah.
Cobalah bayangkan di saat anda sedang berkomunikasi dengan seorang pejabat negara seorang presiden raja dari suatu negeri, maka tentu anda akan mempersiapkan perjumpaan itu dengan persiapan yang sangat matang, bahkan mungkin anda akan memakai pakaian terbaik yang dimiliki dan pada saat berada di hadapan Sang Penguasa itu, seluruh pikiran dan perasaan Serta perhatian dicurahkan secara penuh pada saat berjumpa dengan penguasa tersebut.
Anda bahkan mungkin tidak berani melirik, menoleh ke manapun saat berbicara dengan penguasa itu. Demikianlah harusnya saat kita shalat, sebab ada saat kita salat itu kita sedang berhadapan dengan Raja Diraja Penguasa Kehidupan, Pencipta diri kita, yang memiliki segalanya, yang menjawab semua doa dan Harapan, dan Yang Maha Belas Kasih. Maka tentunya perasaan penuh perhatian saat berkomunikasi itu haruslah dihadirkan oleh diri kita. Jika hal ini yang dilakukan, maka tentu suasana khusyuk akan tercipta pada saat kita sedang beribadah shalat kepada Allah.
Kedua, Allah SWT memberikan arahan bahwa pada saat shalat, hadirkan perasaan dan pikiran kita seakan-akan kita akan kembali kepada Allah. Salah satu arahan dari Nabi Muhammad agar kita bisa mencapai suasana khusyuk pada saat shalat adalah dengan menghadirkan satu perasaan bahwa seakan-akan shalat yang kita lakukan saat ini adalah salat perpisahan, salat terakhir kita. Sebagaimana disabdakan oleh kanjeng Nabi Muhammad saw :
عن أبي أيوب رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقال:يا رسول الله، علمني وأوجز، قال: “إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ…”
(رواه أحمد وابن ماجه)
Artinya: “Dari Ayyub r.a. berkata: datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW seraya berkata: wahai Rasulullah, ajarkanlah aku dengan ringkas. Nabi bersabda, ‘Apabila engkau mendirikan shalat maka shalatlah seolah-olah engkau akan berpisah,..’” (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah)
Coba bayangkan di saat perasaan yang ada dalam diri kita manakala sedang shalat denga seakan-akan besok adalah hari kematian kita. Maka tentulah pada saat melaksanakan shalat itu, kita melakukannya dengan penuh sungguh-sungguh, penuh penghayatan, karena bisa jadi shalat inilah yang akan kita bawa di hadapan Allah. Perasaan bahwa ini adalah shalat yang terakhir, tentu akan mampu menghadirkan kesungguhan dalam kekhusyukan saat melaksanakan ibadah salat. (To be continued….)
*) Dr. Akhmad Muwafik Saleh, S.Sos. M.Si., Dosen FISIP UB pengasuh Pesantren mahasiswa Tanwir Al Afkar Tlogomas Malang