Kanal24, Jakarta – Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan barang sebesar USD 3,45 miliar pada Januari 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus ini melanjutkan tren positif selama 57 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan bahwa surplus neraca perdagangan didorong oleh tiga mitra dagang utama, yakni Amerika Serikat (USD 1,58 miliar), India (USD 0,77 miliar), dan Filipina (USD 0,73 miliar).
“Pada Januari 2025, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar USD 3,45 miliar atau naik sebesar USD 1,21 miliar secara bulanan,” ungkap Amalia dalam Rilis Berita Resmi Statistik, Rabu (17/2/2025).
Surplus ini terutama berasal dari komoditas nonmigas seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani/nabati, serta besi dan baja.
Kinerja Ekspor dan Impor
Nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 tercatat mencapai USD 21,45 miliar. Meski turun 8,56 persen dibandingkan Desember 2024, angka ini naik 4,68 persen secara tahunan. Ekspor nonmigas mendominasi dengan nilai USD 20,40 miliar, naik 6,81 persen dibandingkan Januari 2024.
Namun, sebagian besar komoditas nonmigas mengalami penurunan nilai, seperti bahan bakar mineral yang turun USD 787,1 juta (22,01 persen). Sebaliknya, komoditas logam mulia dan perhiasan/permata mencatat peningkatan tertinggi sebesar USD 173,3 juta (25,38 persen).
Dari sisi impor, total nilai impor Januari 2025 mencapai USD 18,00 miliar, turun 15,18 persen dibandingkan Desember 2024. Impor nonmigas mencapai USD 15,52 miliar, dengan penurunan terbesar terjadi pada golongan mesin/peralatan mekanis senilai USD 457,9 juta (15,04 persen).
Mitigasi Sumber Surplus dan Defisit
Menurut Amalia, ekspor nonmigas terbesar Indonesia ditujukan ke Tiongkok (USD 4,57 miliar), Amerika Serikat (USD 2,34 miliar), dan India (USD 1,23 miliar). Ketiga negara ini menyumbang 39,89 persen dari total ekspor.
Sementara itu, impor nonmigas terbesar berasal dari Tiongkok (USD 6,34 miliar), Jepang (USD 1,15 miliar), dan Amerika Serikat (USD 0,76 miliar).
Meski sektor nonmigas mencatat surplus USD 4,88 miliar, sektor migas masih mengalami defisit senilai USD 1,43 miliar.
Pendorong Ekonomi dan Tantangan Ke Depan
Amalia menambahkan, surplus ini menjadi sinyal positif bagi perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian global. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga momentum ekspor komoditas unggulan dan meningkatkan efisiensi di sektor migas.
“Tren surplus yang berkelanjutan ini menunjukkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional, meskipun terdapat fluktuasi dalam komoditas tertentu,” ujarnya.
Provinsi Jawa Barat menjadi penyumbang ekspor terbesar dengan nilai USD 3,04 miliar, disusul Kepulauan Riau (USD 2,11 miliar) dan Jawa Timur (USD 2,02 miliar).
Dengan surplus yang terus berlanjut dapat menjaga stabilitas ekonomi sekaligus memitigasi dampak dari defisit sektor tertentu seperti migas. Pemerintah diharapkan terus mendorong ekspor bernilai tambah dan memperkuat diversifikasi mitra dagang guna memastikan daya saing ekonomi yang berkelanjutan.(din)