KANAL24, Malang – Memiliki jumlah penduduk sekitar 267 juta jiwa dengan mayoritas penduduk dalam usia produktif, sebetulnya Indonesia memiliki banyak keuntungan di bidang SDM. Tetapi, patut disayangkan karena hal tersebut justru bisa memberikan dampak negatif karena adanya perubahan gaya hidup pada generasi muda. Pola makan yang tidak sehat terutama dilakukan oleh para remaja menyebabkan munculnya penyakit degeneratif yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Demikian pernyataan dari Prof. Dr. Drs. Warsito, MS pada konferensi pers pengukuhannya sebagai profesor (3/12/2019) di Ruang Senat Universitas Brawijaya.
Warsito melanjutkan, penyakit degeneratif yang dimaksud antara lain adalah hipertensi yang bisa mengakibatkan munculnya penyakit lain seperti jantung, diabetes melitus, gagal ginjal termasuk penyakit hati dan itu sangat membahayakan. Ironisnya, selama ini kebutuhan obat untuk mengatasi penyakit-penyakit tersebut di industri farmasi Indonesia belum mampu untuk membuat bahan baku obat.
“Selama ini, obat dipenuhi dengan cara impor, terutama dari China sebesar 60 persen dan India 30 persen dengan nilai impor mencapai 1,3M USD per tahun. Sangat kita sayangkan, karena sebetulnya di Indonesia memiliki SDA yang bisa dieksplor untuk dijadikan bahan baku obat. Salah satunya adalah minyak atsiri yang sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari. Seperti penggunaan pada produk pasta gigi, sabun mandi, dan parfum,” jelasnya.
Potensi minyak atsiri bagi kesehatan tidak perlu disangsikan lagi, dari pengalaman empiris telah dibuktikan bahwa minyak atsiri telah terbukti sebagai obat anti oksidan, dapat menekan stroke dan hipertensi, serta juga dapat mengendalikan pertumbuhan penyakit diabetes melitus. Minyak atsiri mengandung komponen mayor yang secara kimiawi dijadikan sebagai komponen kunci didalam proses sintesis sebagai obat.
Beberapa komponen mayor di dalam minyak atsiri yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah metil salisilad di dalam kandungan minyak gandapura yang mana kandungannya sebesar 98 persen yang digunakan sebagai sintesis obat anti inflamasi dan analgesik. Kemudian, eugenol di minyak cengkeh yang mencapai 62 persen. Eugenol ini bisa dimodifikasi menjadi senyawa turunan yang juga berungsi sebagai antibodi ketika imun tubuh menurun. Contoh lain, eugenol juga bisa digunakan sebagai bahan baku obat untuk penyembuhan Parkinson. Komponen selanjutnya, adalah komponen sitronelal di minyak sirih wangi yang berfungsi sebagai anti bakteri, anti oksidan, anti depresan, dan bahkan anti kanker.
Wakil direktur Institut Atsiri ini berharap, penelitiannya bisa bermanfaat bagi masyarakat, menambah pengetahuan di masyarakat tentang kandungan-kandungan di tanaman tradisional Indonesia yang tidak tertandingi khasiatnya dan bisa dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Selain itu, Warsito juga berharap penelitian ini dapat mengharumkan nama Universitas Brawijaya. (meg)