Kanal24, Malang-Setiap orang baik laki-laki ataupun perempuan pasti berharap terlihat ganteng atau cantik, intinya tampak good looking di hadapan orang lain. Sehingga tidak sedikit diantara kita berupaya berbagai cara dan menghabiskan uang untuk melakukan perawatan wajah agar tampak menawan di hadapan orang lain.
Mengapa demikian, karena hal ini merupakan salah satu dari sifat dasar manusia yaitu ingin dianggap baik. Tentu tidak ada seorangpun dari kita yang ingin dianggap jelek oleh orang lain, sehingga kita mengenal suatu konsep yang berkembang dalam interaksi kemanusiaan tentang “kehilangan muka”. Setiap orang tidak tentu tidak ingin kehilangan muka. Bukan berarti muka nya hilang secara fisik, melainkan kondisi psikologis yang dipermalukan dihadapan orang lain. Hal ini sebab setiap orang ingin dianggap baik dan sempurna baik secara fisik maupun non fisik (kemampuan diri) dihadapan orang lain.
Tentu yang menjadi daya tarik pertama dalam interaksi antar manusia adalah melalui wajah. Karena memang demikianlah fitrah interaksi kemanusiaan. Dinamakan wajah karena memang dia berada dimuka, depan, tampak awal. Kata aajah berasal dari asal kata bahasa arab, yaitu wajhun atau al wajhu, وَجْه yang berarti : wajah, roman, muka; depan, bagian muka, permukaan; aspek, pandangan, sudut pandang, segi pandangan; maksud, pengertian, alasan, sebab; sisi, arah; jalan, cara, gaya; respek, rasa hormat. Itulah berbagai makna dari kata wajhun, al wajhu yang kesemuanya merujuk pada arti makna muka atau depan, yaitu sesuatu yang mengandalkan kemampuan indera penglihatan, mata dalam merespon sesuatu objek.
Karena wajah adalah objek pertama yang direspon oleh setiap orang dalam berinteraksi maka menjadikan setiap kita sangat peduli dan perhatian terhadap manajemen wajah (face management) kita agar tampak terkesan baik, indah, good looking, ganteng, cantik, menawan, berseri-seri dan bercahaya.
Dan pada tampilan wajah-lah setiap kita kemudian merespon orang lain secara psikologis melalui kesan wajah tersebut. Sehingga orang akan memberikan penilaian tertentu atas wajah seseorang dengan berbagai persepsi penilaian, dengan ungkapan “wajah orang ini tampak peduli, berwibawa, handsome, mudah dipengaruhi”, sehingga layak dipercaya atau layak untuk melanjutkan hubungan interaksi. Atau bahkan menilai orang dengan penilaian negatif seperti tampak keras, sulit dipengaruhi, menakutkan, egois, sombong dsb sehingga sampai pada kesimpulan bahwa dirinya tidak perlu melanjutkan proses hubungan interaksi.
Wajah adalah kepribadian kita, artinya tampilan wajah menjelaskan tentang kepribadian seseorang yang dibentuk melalui serangkaian tindakan yang dibiasakan dalam keseharian yang kemudian teresonansi melalui wajah seseorang. Pada seseorang yang membiasakan diri dengan cara pikir dan cara tindak positif akan memancarkan pada wajahnya cahaya kebahagiaan, positif, menyenangkan dan sebagainya, sebagaimana dengan apa yang secara psikologis memenuhi pikirannya dan secara fisik tampak dalam perilakunya. Sehingga pula meresonansikan kebaikan pada orang lain yang kemudian mempengaruhi persepsi positif orang lain untuk berinteraksi dengan nyaman, tenang, bahagia saat berhubungan dengan diri seseorang itu
Sementara pada seseorang yang membiasakan berpikir negatif dan bertindak atau berperilaku negatif maka akan meresonansikan pada wajahnya hal negatif pula yang menjadikan orang lain berpersepsi negatif serta merasa tidak nyaman saat berinteraksi dengannya, penuh kekhawatiran, ketakukan dan menjauh dengannya.
Demikianlah Allah swt semenjak awal telah mengisaratkan hal tersebut dalam Firman-Nya bahwa kelak di akhirat setiap orang akan memiliki cahaya wajah berbeda-beda sesuai dengan amal perbuatannya. Sementara dunia adalah jembatan menuju akhirat, artinya apa yang kita lakukan di dunia itu berdampak pada kehidupan akhirat.
يَوۡمَ تَبۡيَضُّ وُجُوهٞ وَتَسۡوَدُّ وُجُوهٞۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱسۡوَدَّتۡ وُجُوهُهُمۡ أَكَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡ فَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ بِمَا كُنتُمۡ تَكۡفُرُونَ. وَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱبۡيَضَّتۡ وُجُوهُهُمۡ فَفِي رَحۡمَةِ ٱللَّهِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ
Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang berwajah hitam muram (kepada mereka dikatakan), “Mengapa kamu kafir setelah beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.” Dan adapun orang-orang yang berwajah putih berseri, mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya. (QS. Ali ‘Imran : 106-107)
Inilah rahasianya, bahwa ternyata wajah bercahaya, penuh ceria sehingga tampak menawan adalah disebabkan faktor perilaku diri seseorang. Seseorang yang membiasakan diri dengan perilaku taat dan patuh pada aturan perintah Allah swt maka akan menjadikan wajahnya bercahaya dan mereka yang membiasakan dengan perilaku ingkar dan khianat atas perintah Allah maka akan menjadikan wajahnya muram, kusut dan jauh dari cahaya.
Wajah bercahaya juga bisa disebabkan faktor ibadah yang dilakukannya secara ikhlas, dan istiqomah dalam menjalankan kebaikan berupa shalat 5 waktu, sunnah, dzikir dan wudhu’ yang semua kebaikan itu tidak hanya tampak bercahaya pada wajah seseorang di dunia namun hingga sampai di akhirat kelak. Demikianlah Rasulullah saw menjelaskan dalam sebuah hadistnya di saat ada salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Bagaimana engkau mengenali umatmu setelah sepeninggalmu, wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam Seraya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Tahukah kalian bila seseorang memiliki kuda yang berwarna putih pada dahi dan kakinya di antara kuda-kuda yang berwarna hitam yang tidak ada warna selainnya, bukankah dia akan mengenali kudanya? Para sahabat menjawab: “Tentu wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata: “Mereka (umatku) nanti akan datang dalam keadaan bercahaya pada dahi dan kedua tangan dan kaki, karena bekas wudhu’ mereka.” (HR. Muslim no. 249)
So, jika kita ingin memiliki wajah yang tampak menawan, sinar dan bercahaya (tidak harus berkulit putih dan bukan karena hitam) maka dekatilah Allah swt pemilik cahaya segala cahaya, ikutilah jalan-Nya dan tunduk patuhlah pada aturan-Nya, maka Allah pasti akan menurunkan rahmad kasih sayang-Nya yang menjadikan manusia menjadi semakin cinta pada diri kita.
Semoga Allah swt memberikan selalu petunjuk pada diri kita untuk terus istiqomah berada di jalan-Nya dan selalu membimbing kita dalam petunjuk-Nya serta menapaki jalan ridho-Nya. Aamiiin…
Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Fisip UB, motivator dan penulis