KANAL24, Jakarta – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) menyesalkan tindakan pemerintah yang masih memblokir atau membatasi akses media sosial dan Whatsapp hingga saat ini. Bagaimanapun pemblokiran dan pembatasan akses itu melanggar hak-hak publik yang paling mendasar yakni mendapatkan informasi bahkan merugikan secara ekonomi.
Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, menegaskan pemerintah tidak boleh secara gegabah dan sembrono dalam menetapkan kebijakan. Awalnya YLKI memaklumi dan mengerti maksud pemerintah memblokir dan membatasi konten Whatsapp demi menjaga situasi cepat aman saat terjadi demonstrasi penolakan pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun belakangan rumor perpanjangan waktu pemblokiran dan pembatasan ini jelas akan merugikan masyarakat.
“Janganlah ingin menegakkan hukum tetapi dengan cara melanggar hukum. Janganlah ingin menangkap seekor tikus tetapi dengan cara membakar lumbung padinya.
Pemblokiran itu secara sektoral melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta UU sektoral lainnya, dan secara general melanggar UUD 1945,” ujar Tulus Abadi di Jakarta, Jumat (24/5).
Tulus menjelaskan seharusnya pemerintah tidak melakukan pemblokiran tanpa paramater dan kriteria yang jelas. Sebab bisa jadi pemblokiran ini menjadi preseden buruk terhadap pemberangusan suara publik yang dijamin oleh konstitusi.
Pasalnya saat ini media sosial, whatsapp dan sejenisnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Bukan hanya untuk bersosialita tetapi untuk menunjang aktivitas kerja dan aktivitas perekonomian.
“Tidak bisa dikit dikit blokir, pemblokiran hanya bisa ditoleransi jika dalam keadaan darurat dan parameter darurat harus jelas dan terukur,” ulasnya.
YLKI meminta pemerintah mampu menjelaskan kepada publik manfaat dan efektivitas pemblokiran tersebut. Jangan sampai pemblokiran tidak mempunyai efek signifikan, tetapi mudharatnya malah lebih signifikan.
“Toh masyarakat bisa bermanuver dengan cara lain, seperti menggunakan VPN dan atau menggunakan medsos lainnya,” pungkasnya. (sid)