KANAL24, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan anggaran penelitian atau riset di Indonesia terlampau kecil. Padahal riset atau penelitian berkorelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Data 2020 menyebutkan anggaran penelitian Indonesia hanya USD2 miliar atau 0,31 persen dari PDB.
Kepala BPS, Margo Yuwono, mengatakan anggaran penelitian tersebut kalah jauh dibandingkan negar-negara mitra dagang Indonesia. Di Amerika Serikat pagu indikatif untuk penelitian mencapai USD511,1 miliar atau 2,74 persen dari PDB. Kemudian China mencapai USD451,9 miliar atau setara 2,1 dari PDB. Sedangkan di Jepang mencapai USD165,7 miliar atau setara 3,1 persen dari PDB.
“Dari data yang ada, di situ terlihat kalau di Asia saja kita kalah dengan Malaysia dan China, yang kini hampir setara Amerika dan Jepang. Spending kita untuk penelitian masih rendah. Padahal penelitian menunjukkan ada hubungan kuat terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara,” kata Margo dalam Launching Hasil Analisis Tema Khusus Long Form Sensus Penduduk 2020 secara virtual, Senin (13/11/2021).
Dijelaskan Margo, dalam jangka pendek setiap peningkatan anggaran penelitian sebesar 10 persen, akan mendorong peningkatan pertumbuhan PDB sekitar 0,2 persen. Sedangkan dalam jangka panjang, peningkatan anggaran hingga 10 persen pada riset akan mampu mendorong kenaikan PDB sebesar 0,9 persen.
“Ini memberikan kesimpulan bahwa penelitian berperan penting kalau kita ingin keluar dari middle income trap, maka faktor penting adalah penelitian dan riset. Ini membuktikan bahwa ke depan, peran riset menjadi penting karena terbukti dan membawa dampak pada pembangunan di beberapa negara,” ujar dia.
Margo berharap agar riset yang selama ini dilakukan oleh para praktisi, ahli dan beberapa pihak lainnya tetap memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan negara, khususnya pada perekonomian. Hasil penelitian harus dapat menjadi acuan arah kebijakan pembangunan pemerintah.
“Jasi riset itu harus mempengaruhi kebijakan jangan sampai kita sudah mengeluarkan uang banyak dan waktu, tetapi hanya bertumpu pada naskah akademis, tapi tidak lekat pada pengambilan kebijakan,” kata dia.(sdk)