Oleh : Setyo Widagdo
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UB – [email protected]
Genjatan senjata antara Hamas dengan israel akan berlaku 19 Januari 2025. Genjatan senjata ini disambut oleh banyak pemimpin dunia sebagai peristiwa yang menggembirakan sekaligus menandai dimulainya perdamaian di Timur Tengah.
Joe Biden mengatakan genjatan senjata ini untuk menghindari korban manusia yang lebih banyak lagi, terutama anak-anak dan perempuan yang tidak berdosa di kedua belah pihak. Iran juga menyambut baik, Arab Saudi menghimbau supaya tidak ada lagi perang.
Genjata senjata ini harus terus didorong agar bersifat permanen, tidak hanya berlaku sementara. Israel dan negara-negara besar pendukungnya harus mentaati perjanjian genjatan senjata ini. Demikian juga Hamas, jangan menjadikan genjatan senjata ini untuk menyusun kekuatan lagi demi untuk menyerang Israel lagi, sehingga penyelesaian konflik dengan solusi dua negara bisa segera terwujud.
Perang selama 15 bulan sejak Oktober 2023 telah menghancurkan Israel dan Hamas. Tidak ada keuntungan apapun pada keduanya, kecuali penderitaan rakyat Palestina maupun rakyat Israel, sehingga kesepakatan gencatan senjata ini diharapkan dapat mengakhiri pertumpahan darah di Jalur Gaza. Kesepakatan ini, yang dimediasi oleh Qatar dan didukung oleh Amerika Serikat, terdiri dari beberapa fase yang mencakup pertukaran tahanan dan penarikan militer secara bertahap.
Menurut laporan, gencatan senjata ini akan dimulai pada 19 Januari 2025 dan berlangsung selama enam minggu. Fase pertama mencakup pembebasan 33 sandera yang ditahan oleh Hamas, termasuk wanita, anak-anak, dan individu yang terluka, dengan imbalan ratusan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel. Selanjutnya, Israel akan menarik pasukannya secara bertahap dari Gaza, sementara bantuan kemanusiaan ditingkatkan untuk mengatasi krisis yang sedang berlangsung.
Fase kedua dan ketiga akan fokus pada pembebasan sisa sandera dan penarikan penuh militer Israel dari wilayah tersebut. Selain itu, ada rencana untuk membangun kembali Gaza dengan pengawasan internasional, memastikan bahwa bantuan mencapai mereka yang membutuhkan dan mencegah eskalasi lebih lanjut.
Kesepakatan ini tidak terlepas dari peran penting mediator internasional, khususnya Qatar dan Amerika Serikat. Presiden terpilih AS, Donald Trump, memberikan tekanan signifikan untuk mencapai kesepakatan sebelum pelantikannya pada 20 Januari 2025. Trump memperingatkan bahwa jika kesepakatan gagal, akan ada konsekuensi serius bagi kedua belah pihak.
Para pemimpin dunia menyambut baik kesepakatan ini sebagai langkah positif menuju perdamaian di Timur Tengah. Presiden AS, Joe Biden, menyatakan bahwa gencatan senjata ini sejalan dengan usulan yang disampaikannya pada Mei 2024 dan disepakati secara bulat oleh Dewan Keamanan PBB.
Meskipun demikian, mereka juga menekankan perlunya kewaspadaan dan komitmen dari kedua belah pihak untuk memastikan bahwa kesepakatan ini dapat bertahan dan menjadi dasar bagi solusi jangka panjang.
Meskipun kesepakatan ini merupakan langkah maju yang signifikan, tantangan tetap ada. Beberapa poin dalam kesepakatan masih perlu diselesaikan, termasuk detail mengenai pertukaran tahanan dan mekanisme penarikan militer. Selain itu, memastikan bahwa semua faksi di Gaza mematuhi gencatan senjata akan menjadi tugas yang kompleks. Insiden kekerasan sporadis dan ketidakpercayaan yang mendalam antara kedua belah pihak dapat mengancam stabilitas kesepakatan ini.
Bagi penduduk Gaza dan Israel, gencatan senjata ini membawa harapan akan kehidupan yang lebih aman dan stabil. Selama konflik, penduduk Gaza menghadapi kondisi yang sangat sulit, dengan akses terbatas ke kebutuhan dasar seperti air bersih, listrik, dan layanan kesehatan. Di sisi lain, warga Israel hidup dalam ketakutan akan serangan roket yang diluncurkan dari Gaza. Implementasi gencatan senjata ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi upaya kemanusiaan dan rekonstruksi, serta membuka jalan bagi dialog yang lebih konstruktif di masa depan.
Masa depan Gaza tergantung dari komitmen kedua belah pihak untuk mentaati perjanjian genjatan senjata tersebut, sebab sulit dupungkiri bahwa seringkali Israel yang berambisi membangun Israel Raya terkadang ingkar janji terhadap kesepakatan yang telah dibuat.
PENUTUP
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas pada Januari 2025 menandai titik balik penting dalam upaya mencapai perdamaian di wilayah yang telah lama dilanda konflik. Dengan komitmen dan dukungan dari komunitas internasional, ada harapan bahwa kesepakatan ini dapat menjadi dasar bagi solusi yang lebih permanen dan adil bagi kedua belah pihak. Namun, keberhasilan jangka panjang akan sangat bergantung pada implementasi yang efektif, kesediaan untuk berkompromi, dan upaya berkelanjutan untuk membangun kepercayaan di antara semua pihak yang terlibat.(*)