KANAL24, Malang – Mengembangkan sistem fotosintesis buatan membawa tim mahasiswa asal Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT UB) menyabet medali emas pada ajang internasional Young Invention Scientific Fair 2021 yang diselenggarakan pada 10-12 April 2021.
Mereka adalah Adrian Adam Indrabayu dari Teknik Elektro dengan anggota Yudika Putra, Kenny Aldebaran Roberts, dan Adita Aulia A Rachman dari Teknik Elektro, serta Erina Azahra Amalia dari Teknik Kimia.
Fetallic merupakan sistem fotosintesis buatan yang mampu mengkonversi karbondioksida dan air menjadi suatu energi lewat bantuan cahaya matahari dengan memakai katalis heterobimetallic berbahan zirconium dan cobalt.
Adrian Adam sebagai ketua tim kepada kanal24.co.id menjelaskan fetallic sendiri diciptakan dengan alasan untuk mengurangi emisi karbon dioksida di kawasan yang pekat akan jenis gas tersebut seperti di kota-kota besar dan kawasan industri.
“Fetallic ini dapat mengurangi emisi karbon dioksida di atmosfer dan mengubahnya menjadi energi terbarukan. Melalui fetallic, dihasilkan HCOOH atau asam format yang mampu diubah menjadi listrik melalui proses yang disebut Direct Formic Acid Fuel Cells (DFAFC),” tuturnya, Kamis (29/4/2021).
Adrian melanjutkan, sampai saat ini progres alat sudah mencapai desain prototipe. Situasi saat pandemi menjadi alasan utama yang membatasi pengerjaan alat secara langsung. Namun, untuk ide dan konsepnya sudah terbilang matang setelah melalui diskusi dan pencarian referensi relevan yang cukup panjang, kurang lebih sejak Juni 2020 bersama teman-teman dan berbagai dosen dari Teknik Elektro dan Teknik Kimia.
“Pemunculan idenya sudah dimulai sejak Juni 2020 dan terus dikembangkan, dikaji ulang, dan dibahas secara mendalam hingga sekarang. Desain prototipenya sendiri sudah mulai dirancang sejak Agustus 2020,” jelas Adrian
Tim ini berharap, fetallic dapat menjadi suatu solusi untuk menekan angka emisi Karbon dioksida di beberapa titik yang memang memiliki emisi karbon dioksida tinggi. Selain itu, fetallic dapat diterapkan secara nyata di lokasi-lokasi tersebut, sambil dilakukan monitoring dan evaluasi terkait aplikasinya.
“Perlahan, fetallic akan diterapkan dalam skala yang lebih luas dengan berbagai perbaikan tentunya, sehingga fetallic tidak hanya ditempatkan dilokasi yang pekat CO2 saja, tetapi juga di banyak titik yang tidak terlalu menghasilkan CO2 tinggi. Kami juga rencananya akan bekerja sama dengan berbagai pihak seperti misalnya lembaga riset agar fetallic dapat menjadi lebih baik ke depannya sehingga juga semakin banyak dikenal dan diterapkan di berbagai kawasan,” tandasnya. (Meg)