Nabi Sallallahu alaihi wasallam sangatlah presisi dalam menggambarkan persoalan kehidupan manusia baik dahulu, saat itu dan masa depan (saat sekarang ini), karena memang apa yang disampaikan oleh nabi bukan berdasarkan hawa nafsunya melainkan wahyu dari Allah swt semata. Nabi sallallahu alaihi wasallam menjelaskan tentang perilaku manusia bahwa kejujuran itu akan menenangkan, membahagiakan dan tentu membuat nyaman kehidupan. Sementara berbohong, sikap curang itu membuat keraguan, ketidaktenangan dan tentu tidak akan ada suasana kebahagiaan.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits :
“….. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Seseorang yang berlaku jujur dalam berbagai persoalan apapun tentu akan mampu menenangkan dirinya. Seseorang yang berbisnis dengan jujur pasti akan tenang dirinya dan bahagia hidupnya karena tidak ada beban (harta haram) apapun yang dikonsumsi dan dinafkahkan pada keluarganya. Seorang pegawai, aparatur atau pekerja yang jujur akan tenang hidupnya dan merasa aman tidak takut dikejar-kejar oleh komisi pemberantasan korupsi. Seorang pemimpin yang jujur tentu hidupnya akan merasa tenang tanpa ada kekhawatiran akan di demo, diprotes atau dicelakakan oleh anak buahnya atau rakyatnya.
Demikianlah yang dicontohkan oleh Amirul Mukminin sayyidina Umar bin Khattab. Suatu hari ada seorang utusan Romawi tengah mencari istana Khalifah Umar bin Khattab untuk sebuah urusan. Setelah berkeliling ia tidak menemukan istana, akhirnya ia bertanya kepada orang-orang. Saat ia menanyakan di mana istananya, mereka menjawab: “Ia tidak punya istana.” Lalu, ia bertanya di mana bentengnya. “Tidak ada,” jawab mereka. Rumah sang amirul mukminin pub juga layaknya kebanyakan rumah dari kaum yang tidak punya, sementara kekuasaannya terbentang melintas batas negeri, dari Mesir hingga Irak. Saat ditanya kepada keluarga, tentang keberadaan Amirul Mukminin. Alangkah terkejutnya ia saat mendengar jawaban dari keluarga Umar: “Itu dia di sana sedang tertidur di bawah pohon.” Si utusan ini bergumam, bagaimana mungkin dia bisa tidur di bawah pohon jika negerinya tidak aman dan tidak adil ?.
Pertanyaannya, adakah pemimpin sekarang yang bisa menyerupai dengan sikap umar ini ? Kepemimpinan yang diperoleh dengan kejujuran dan menjalankannya dengan penuh keadilan tentu akan mampu menenangkan, baik ketenangan dirinya maupun juga ketenangan sosial berbangsa karena setiap orang tentu akan mendukungnya dan menjaganya (baik terhadap pemimpinnya dan bangsanya).
Sementara siapa saja yang berlaku dusta, bohong, curang hanya akan melahirkan ketidaktenangan, kekacauan, kekhawatiran hingga ujungnya adalah kejahatan. Sebagaimana sabda nabi :
“…… Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta. (HR. Muslim)
Sehingga seseorang yang melakukan kebohongan, dusta dan kecurangan maka dia berupaya sekuat tenaga dengan segala upaya melakukan apapun untuk menutupi kecurangannya, sehingga benarlah bahwa hidupnya menjadi tidak tenang, karena merasa dikejar-kejar oleh kejujuran fitrah dirinya yang tidak bisa dibohongi.
Seseorang yang memenangkan sebuah kompetisi dengan kecurangan mungkin dia akan bahagia, namun kebahagiaannya semu, tidak ada euforia dalam menumpahkan kebahagiaan atas kemenangannya, tidak ada suka cita, tidak lepas atau plong dalam menumpahkan rasa bahagia. Kemana euforia itu…… ????.
Hilangnya euforia atas kemenangan disebabkan fitrah kejujuran yang bersemayam dalam hati kecil setiap insan tidak bisa dibohongi. Karena hati akan selalu menyuarakan kebenaran dan kejujuran.
Namun sebaliknya dirinya masih dipenuhi ketakutan, kekhawatiran, bahkan mungkin panik yang ditampilkan melalui tindakan-tindakan yang menunjukkan kepanikan seperti sembunyi-sembunyi untuk menutupinya, intimidasi pihak lain, menebar teror agar orang yang mengkritisi kemenangannya merasa takut dan akhirnya dipaksa untuk bersedia menerima kemenangannya, melakukan tindakan penuh intrik dan tipu muslihat untuk menguatkan kemenangannya. Sementara jika kemenangan itu dilakukan dengan kejujuran tentu tidak akan melakukan hal-hal seperti demikian.
Sementara, kemenangan tanpa kejujuran hanya akan menghilangkan keberkahan. Dan keberkahan inilah sesungguhnya yang akan menuntun dirinya untuk dapat menjalani kehidupan selanjutnya dengan penuh ketenangan, kebahagiaan dan menerbarkan kesejahteraan bagi sekitarnya.
“Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu” (Muttafaqun ‘alaih).
Jika seseorang memenangkan kompetisi dengan cara yang curang maka Allah swt akan mencabut keberkahan daripadanya sehingga hilanglah ketenangan hidupnya, akan terus dihantui persoalan demi persoalan, sengketa dan konflik yang tiada henti, musibah yang terus bergelombang mendatangi, karena keberkahan telah mereka ambil dengan cara yang curang dan mereka rela menggantikannya dengan penderitaan.
Semoga diri kita terus dibimbing oleh Allah swt pada jalan kejujuran dan kebenaran, sekalipun penegak kebenaran sedikit jumlahnya dan terkalahkan. Namun yakinlah bahwa janji Allah itu pasti benar. Jika datang kebenaran maka hancurlah kebathilan. Dan kebenaran pasti menang di hadapan Allah swt.
Kemenangan sejati adalah saat kelak pertanggungjawaban di akhirat, Allah adalah Dzat yang Maha Teliti dan tidak ada satupun yang lepas dari catatanNya. Semoga kita diselamatkan dari tindakan curang dan tidak dimasukkan dalam golongan pendukung mereka agar kelak mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw. Aamiiiin…
Penulis Akhmad Muwafik Saleh. Dosen Fisip UB dan motivator