KANAL24, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) mencatat saat ini 90% sumber energi di Indonesia disumbang dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) yang bersumber dari batu bara. Untuk memastikan keterjangkauan energi di Indonesia, pemerintah dan otoritas harus mengurangi ketergantungan fosil dan menggunakan alternatif lainnya seperti energi baru terbarukan (EBT)
“Indonesia masih bergantung pada energi fosil 90% sementara energi baru terbarukan baru mencapai 11%,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ), Arifin Tasrif dalam webinar Bank Dunia peluncuran Laporan Indonesia Economic Prospects – December 2021 edition, Kamis (16/12/2021).
Tingginya konsumsi energi dari batu bara belum selaras dengan rencana pemerintah bahkan dunia untuk mengejar net zero emission carbon atau netral karbon pada tahuh 2060. Untuk mengurangi ketergantungan fosil di tanah air, Arifin mengakui berbagai upaya akan dilakukan.
“Salah satunya dengan membangun kawasan industri yang ramah lingkungan di Kalimantan Utara,” ujar Arifin.
Selain itu juga Indonesia juga serius dalam melakukan pengembangan biofuel dan menyusun skema carbon trade untuk bisa mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.”Kami memasukkan 51,6% atau 29 Giga Watt pembangkit dari EBT dari 43 GW dalam RUPTL. Ini dilakukan dan sesuai dengan keseimbangan energi,” jelas Arifin.
Ditambah lagi pemerintah bersama berbagai para pemangku kebijakan telah mengembangkan peta jalan menuju net zero emission atau netralitas karbon pada 2060. Berharap dengan peta jalan ini, karbon netral bisa tercapai lebih cepat dari target.
Dengan berbagai upaya-upaya tersebut, pemerintah optimistis dapat memenuhi bauran energi 23% pada 2030. Dengan pembangunan pembangkit solar, hydro dan sumber energi baru lainnya. Pada saat yang sama juga akan mengembangkan utilisasi hidrogen melalui konversi pembangkit menjadi pembangkit energi baru terbarukan.
“Dengan berbagai langkah itu, pada akhirnya dapat mengakhiri pembangunan PLTU batu bara, kecuali untuk yang sedang dalam kontrak atau sedang dalam pembangunan,” tutur Arifin.
Arifin memastikan di luar kontrak yang sudah ada, mulai tahun 2022 pemerintah dan badan usaha milik negara ( BUMN ) lainnya tidak akan lagi melakukan pemasaran dan membangun pembangkit listrik batubara yang baru.(sdk)