Kanal24, Malang — Di tengah meningkatnya tren riset berbasis bahan alami, daun kelor (Moringa oleifera) kembali mencuri perhatian dunia medis, termasuk di bidang kedokteran gigi. Melalui pendekatan komputasi modern, Prof. Dr. drg. Maria Tanumihardja, MDSc., dari Universitas Hasanuddin, mengungkapkan potensi besar bioaktif dalam daun kelor untuk pengembangan terapi gigi masa depan.
Materi tersebut disampaikannya dalam The 7th International Conference on Brawijaya Dentistry (ICBD) 2025 yang digelar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya (FKG UB), di Hotel Atria Malang. Konferensi ini mempertemukan para akademisi dan peneliti dari berbagai negara untuk membahas inovasi terkini dalam kedokteran gigi, mulai dari kecerdasan buatan, nanoteknologi, hingga pemanfaatan bahan alam berkelanjutan.
Dalam paparannya berjudul “Exploring the Prominent Bioactive Compounds of Moringa oleifera for Dental Applications using Computational Methods”, Maria menjelaskan bahwa riset berbasis komputasi membuka peluang besar dalam mengidentifikasi senyawa alami yang berpotensi sebagai agen terapeutik tanpa harus melalui tahapan eksperimental yang panjang dan mahal.
“Melalui simulasi komputasi, kita dapat memprediksi interaksi molekuler dari senyawa aktif dalam Moringa oleifera terhadap target biologis yang relevan di bidang kedokteran gigi,” tuturnya pada Kanal24 (1/11/2025). Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menilai efektivitas dan keamanan suatu senyawa sebelum uji klinis dilakukan, sekaligus mempercepat proses penemuan obat dan bahan bioaktif baru.

Menurutnya, daun kelor mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti flavonoid, alkaloid, dan tanin yang memiliki sifat antiinflamasi, antibakteri, serta antioksidan kuat. Sifat-sifat tersebut menjadikannya kandidat potensial untuk pengembangan produk kedokteran gigi seperti obat kumur, pasta gigi, hingga bahan pendukung penyembuhan jaringan mulut. “Senyawa alami dari Moringa ini sangat menjanjikan, terutama untuk pencegahan dan penanganan penyakit periodontal serta perawatan pasca-bedah oral,” katanya.
Maria juga menekankan pentingnya integrasi antara ilmu farmasi, bioteknologi, dan kedokteran gigi dalam pengembangan riset translasi. Ia menyebut bahwa inovasi di bidang dental care masa depan tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kemampuan untuk mengeksplorasi kekayaan hayati Indonesia secara ilmiah dan berkelanjutan. “Kita memiliki sumber daya alam yang luar biasa, namun masih banyak yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan dukungan teknologi komputasi, kita bisa mengubah potensi itu menjadi solusi nyata di bidang kesehatan gigi,” tegasnya.
Pendekatan riset ini juga selaras dengan semangat ICBD 2025 yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas disiplin dan lintas negara untuk mendorong kemajuan ilmu kedokteran gigi global. Fakultas Kedokteran Gigi UB melalui kegiatan ini berupaya menjadi pusat pertukaran gagasan ilmiah yang berkontribusi terhadap pengembangan teknologi medis berbasis riset.
Prof. Dr. drg. Yuanita Lely Rachmawati, M.Kes., Dekan FKG UB, dalam sambutan pembukaan konferensi, menegaskan bahwa inovasi berbasis penelitian seperti yang dipaparkan Prof. Maria merupakan bukti bahwa riset kedokteran gigi tidak lagi terbatas pada praktik klinis semata, tetapi juga berorientasi pada eksplorasi ilmiah dan pengembangan teknologi.
Dengan semakin berkembangnya riset bahan alami dan teknologi komputasi, kedokteran gigi masa depan diharapkan tidak hanya fokus pada perawatan, tetapi juga pencegahan berbasis bahan bioaktif alami. Melalui forum ilmiah seperti ICBD 2025, kolaborasi antarpeneliti diharapkan dapat mempercepat langkah menuju era kedokteran gigi yang lebih cerdas, hijau, dan berkelanjutan. (Din/Nid)










