KANAL24, Malang – Sekretaris anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, Prof. Devanto S. Pratomo mengungkapkan dampak sosio ekonomi dari Covid-19 tahun 2020 secara spesifik terhadap pengangguran dan kemiskinan di Indonesia pada Diskusi IKA Universitas Brawijaya “Evaluasi dan Proyeksi Ekonomi 2021” rabu (23/12/2020).
Menurut Dede (sapaan akrabnya), Covid-19 membuat kemiskinan di indonesia naik, sampai bulan Maret 2020 sebanyak 1,6 juta orang atau sebesar 9,78 persen. Sementara, untuk pengangguran berdasarkan data dari Kemenkeu RI per oktober 2020 naik 2,6 juta orang atau sebesar 7,07 persen.
Dari sisi ketenagakerjaan, terbukti bahwa sektor informal berperan sebagai kartu pengaman pada tahun 2020 dalam mencegah tingkat pengangguran menjadi semakin tinggi. Peningkatan sektor informal ini sebenarnya bukan merupakan berita yang baik karena ini adalah sinyal daripada penurunan kesejahteraan. Karena sektor informal diketahui bayak sekali kelemahan baik dari sisi securitynya.
“Secara umum rata-rata upah dan juga rata-rata jam kerja tenaga kerja di Indonesia menurun pada setiap komponen, baik itu tenaga kerja laki-laki ataupun perempuan dan juga di kota maupun di pedesaan semua merata, menurun baik itu upah dan juga jam kerja,”katanya.
Lanjut, menurut Profesor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) itu menurut BPS angka kemiskinan, per Maret 2020 meningkat menjadi 9,8 persen atau 26,4 juta penduduk miskin di Indonesia, angka ini tertinggi sejak 2017. Bahkan disinyalir September 2020 sudah lewat dari 2 digit. Diprediksi tingkat kemiskinan di Indonesia mungkin sekitar 11 persen keatas.
Kalau dibandingkan, antara daerah perkotaan dan pedesaan, ternyata memang kemiskinan lebih banyak di daerah perdesaan. Namun, growth atau pertumbuhannnya lebih tinggi di daearah perkotaan. Ini sinyal bahwa kepadatan penduduk yang ada di daerah perkotaan sangat berkorelasi dengan pandemi sehingga dampak pandemi yang paling besar secara ekonomi ini lebih menyasar pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.
Kemudian, proyeksi dari berbagai institusi seperti Kemenkeu, IMF, World Bank, OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development), dan ADB (Asian Development Bank) terhadap ekonomi Indonesia tahun 2020-2021. Tahun 2020 dari semua lembaga sepertinya sepakat bahwa di tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap negatif hanya posisinya yang kurang lebih ada di posisi -1.5 persen sampai -2.4 atau -2.2 persen. Sedangkan di tahun 2021, hampir semua institusi ternyata optimis dengan kondisi Indonesia. Semua institusi yang ada memiliki proyeksi yang positif terhadap ekonomi Indonesia.
“Beberapa kunci keberhasilan pada tahun 2021, yaitu penanggulangan Covid-19 tidak hanya di dalam negeri namun di negara-negara mitra terkait efektivitas vaksin dan kurva yang diharapkan melandai. Lalu, efektifitas Pemulihan Ekonomi Nasional 2021 dan belanja Pemerintah, konsumsi masyarakat menjadi penolong, investasi yang mendorong penyerapan tenaga kerja dan kebijakan-kebijakan lain yang reformatif namun efektif,” pungkas Profesor Bidang Ekonomi Ketenagakerjaan UB tersebut. (Meg)