KANAL24, Jakarta – Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana mengeluarkan lima persyaratan alternatif bagi korporasi agar bisa tercatat di papan utama dan pengembangan. Persyaratan ini untuk mengakomodasi perusahaan teknologi berstatus unicorn yang berencana mencatatkan sahamnya di BEI.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, BEI melalui Peraturan I-A mewajibkan calon perusahaan tercatat untuk sudah membukukan laba usaha dalam satu tahun terakhir agar dapat tercatat di papan utama. Peraturan ini tidak sesuai dengan karakteristik perusahaan yang terus berkembang belakangan, seperti halnya perusahaan teknologi.
“Misalnya perusahaan yang karakteristiknya masih fokus meningkatkan market share dan belum laba, tetapi valuasinya besar dan berpotensi untuk jadi salah satu biggest fund raiser di pasar modal Indonesia,” ujar dia dalam keterangan tertulis.
Karena itu, bursa bersikap adaptif terhadap kebutuhan korporasi, termasuk unicorn di Indonesia supaya unicorn bisa memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan mereka. Menurut rencana, bursa akan memperkenalkan lima persyaratan alternatif sebagai pintu masuk untuk tercatat di papan utama dan papan pengembangan.
Selain penyesuaian persyaratan di papan utama, bursa juga sedang menyusun peraturan mengenai multiple voting share (MVS) atau Saham dengan Hak Suara Multipel ( SHSM ). Peraturan ini dibuat untuk menjaga pengendalian dari para founders yang merupakan tokoh penting dalam sebuah perusahaan.
Melalui peraturan ini, tokoh penting tersebut bisa tetap menjadi pengendali dan memiliki kekuasaan untuk mewujudkan misi perusahaan secara jangka panjang, meski persentase kepemilikannya kecil. “Peraturan SHSM di pasar modal Indonesia saat ini sedang disusun dan dibahas agar nantinya dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan yang memang diperkenankan menerapkan SHSM dalam struktur permodalannya,” kata dia.
Adapun SHSM merupakan jenis lain dari saham dengan kelas berbeda. SHSM ini memiliki hak suara lebih dari satu, artinya pemegang SHSM memiliki hak suara yang lebih tinggi dari porsi kepemilikannya, bergantung rasio voting power setiap struktur SHSM tersebut.
SHSM ini bukanlah hal baru di dunia bisnis maupun bursa efek. Di bursa Amerika Serikat, Nasdaq terdapat Alphabet ( holding dari Google) yang memiliki tiga kelas saham berbeda dengan voting power yang berbeda pula. Hong Kong Stock Exchange (HKEX) juga telah mengatur tentang SHSM yang dikenal sebagai Weighted Voting Right (WVR) yang telah membuat Alibaba pulang kampung.
Sebelumnya, Alibaba melakukan penawaran umum perdana (initial public offering /IPO) saham pada 2014 sebesar US$ 21,8 miliar dan listing di New York Stock Exchange (NYSE). Kemudian, Alibaba melakukan secondary listing di HKEX senilai US$ 11 miliar pada 26 November 2019.(sdk)