Kanal24, Malang — Di tengah berkembangnya teknologi dan inovasi kedokteran gigi, muncul kesadaran baru tentang pentingnya pendekatan nonfarmakologis dalam penanganan pasien anak. Salah satu metode yang kini menjadi perhatian adalah hipnosis, teknik yang menekankan pada pengelolaan psikologis pasien untuk menurunkan rasa cemas dan nyeri tanpa menggunakan obat. Isu ini menjadi sorotan dalam 7th International Conference on Brawijaya Dentistry (ICBD) 2025 yang digelar oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya (FKG UB).
Assoc. Prof. Dr. Annapurny Venkiteswaran dari Universiti Teknologi MARA (UiTM) Malaysia menjadi salah satu pembicara dalam konferensi internasional yang berlangsung pada 1-2 November 2025 di Malang. Dalam sesinya yang berjudul “Hypnosis in Pediatric Dentistry”, ia memaparkan teknik hipnosis sebagai alternatif terapi dalam perawatan gigi anak-anak.
“Biasanya rasa sakit datang bersama kecemasan. Ada teknik-teknik baru yang bisa digunakan untuk menenangkan anak agar lebih rileks selama perawatan,”tuturnya kepada Kanal24 (2/11/2025). Ia menjelaskan, hipnosis bekerja dengan memfokuskan perhatian pasien melalui kata-kata yang menenangkan dan pola komunikasi sugestif. Teknik ini memungkinkan pasien merasa tenang, bahkan seolah berada dalam kondisi sedasi ringan tanpa pemberian obat.
“Dengan pendekatan verbal yang tepat, pasien bisa merasa nyaman dan tenang. Efeknya sama seperti menggunakan obat penenang, tapi sebenarnya tanpa intervensi kimia,” jelasnya.
Menurutnya, hipnosis dapat diterapkan tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga pasien dewasa yang mengalami kecemasan tinggi terhadap tindakan medis. Ia menekankan bahwa metode ini aman, praktis, dan semakin populer karena tidak menimbulkan efek samping farmakologis. “Teknik ini semakin dikenal karena hanya mengandalkan terapi komunikasi dan relaksasi tanpa obat,” tambahnya.

Topik hipnosis pediatrik menjadi relevan di tengah meningkatnya kesadaran global akan pentingnya pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien (patient-centered care). Di Indonesia sendiri, kecemasan anak terhadap tindakan medis sering menjadi penghambat keberhasilan perawatan gigi. Pendekatan hipnosis dinilai mampu menjadi solusi yang efektif sekaligus efisien, terutama di klinik dengan keterbatasan akses terhadap sedasi medis.
Konferensi ICBD 2025 menghadirkan para ahli dari berbagai negara, seperti Malaysia, Taiwan, Jepang, dan Indonesia. Selain membahas teknologi digital dan kecerdasan buatan di bidang kedokteran gigi, tema hipnosis pediatrik menjadi pengingat bahwa inovasi tidak selalu berarti teknologi tinggi, melainkan juga kemajuan dalam memahami aspek manusiawi dari profesi kedokteran.
FKG UB menempatkan ICBD sebagai ajang berbagi pengetahuan dan memperkuat jejaring kolaborasi internasional di bidang riset dan pengajaran. Dekan FKG UB, Dr. drg. Yuanita Lely Rachmawati, M.Kes., sebelumnya menegaskan bahwa konferensi ini menjadi ruang penting bagi akademisi dan praktisi untuk berkolaborasi dalam pengembangan teknologi dan pendekatan baru yang lebih membumi.
“Perkembangan teknologi kedokteran gigi begitu pesat, dan kami harus terus berpacu agar selaras dengan inovasi global,” katanya.
Melalui paparan Venkiteswaran, peserta konferensi mendapatkan pemahaman bahwa hipnosis bukan sekadar teknik psikologis, tetapi bagian dari pendekatan ilmiah yang bisa diterapkan secara klinis. Teknik ini tidak hanya membantu pasien anak menghadapi ketakutan, tetapi juga meningkatkan efektivitas dokter dalam memberikan perawatan yang lebih tenang dan manusiawi.
Dengan kehadiran topik-topik seperti ini, ICBD 2025 memperlihatkan arah baru dalam pendidikan dan praktik kedokteran gigi yang tidak hanya fokus pada kecanggihan alat, tetapi juga pada kematangan pendekatan. Fakultas Kedokteran Gigi UB terus menegaskan perannya sebagai pionir dalam menjembatani inovasi sains, teknologi, dan kemanusiaan — memastikan bahwa kemajuan di bidang kedokteran gigi berjalan seiring dengan nilai empati terhadap pasien.(Din/Nid)










