Dalam banyak ajaran Islam yang agung, mengajarkan ummatnya dan memberikan gemblengan ruhani yang paling revolusioner, paling radikal yakni melatih diri menahan nafsu duniawi salah satunya adalah misal selama sebulan pada bulan ramadhan mengajarkan ummat Islam untuk menahan makan dan minum disiang hari dengan target hasil maksimal, yaitu kualitas diri sebagai insan muttaqin.
Dalam puasa, Islam mengajarkan umatnya untuk menahan diri dari makan dan minum yg berlebihan agar tidak terjebak pada tindakan boros yang merugikan diri sendiri. Bahkan dalam puasa kita juga diajarkan untuk dapat melahirkan rasa empati sosial atas kaum yang papa, hidup penuh kekurangan dan keterbatasan. Tentang bagaimana mereka harus menahan lapar, atau disebabkan karena mereka tidak memiliki beragam potensi dalam akses ekonomi dan pekerjaan.
Dari pelajaran ini mendorong seorang muslim untuk mengimplementasikannya dalam realitas kehidupan yg lebih luas. Termasuk tidak boros dalam menggunakan segala potensi yang dimiliki. Baik di dalam pengelolaan ditingkat individu, berkelompok maupun dalam pengelolaan kehidupan bernegara . Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW dalam kesederhanaan hidup sehingga membuat Sahabat Umar ibn Khattab menangis saat melihat keadaan rumah Rasulullah SAW yang ada hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang kasar. Sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba (tempat air) yang biasa beliau gunakan untuk berwudhu. Namun jawaban Rasulullah amatlah mengagetkan, “Wahai Umar, aku ini adalah rasul Allah, aku bukan seorang kaisar dari Romawi dan bukan pula seorang kisra dari Persia. Mereka hanya mengejar duniawi, sedangkan aku mengutamakan ukhrawi.”
Demikianlah keteladanan nabi yang kemudian diikuti oleh Sayyidina Umar, membuat kaget utusan Romawi saat menanyakan istananya dan dijawab oleh penduduk bahwa umar tidak memiliki istana, bahkan mereka semakin terkejut saat ia mendengar jawaban dari keluarga Umar: “Itu dia di sana sedang tertidur di bawah pohon.”
Para mutiara kehidupan Islam telah mengajarkan pada kita untuk tidak boros dalam kehidupan termasuk dalam mengelola potensi yg dimiliki semisal aset ummat dan keuangan negara. Sehingga menjadi kurang pantas disaat seorang pengelola urusan rakyat digaji dengan nilai yang sangat fantastis (100 jt perbulan) untuk suatu pekerjaan tertentu sementara pada saat yang bersamaan disisi yang lain rakyat sedang mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan. Tentu sikap seperti ini mencederai hati nurani rakyat dan menunjukkan kurangnya sikap empati sosial dan rendahnya nilai kepedulian atas nasib rakyat kebanyakan.
Lihatlah bagaimana para pendiri bangsa kita (founding father) dan perumus pancasila dalam memberikan keteladanan kesederhanaan.
M. Natsir Perdana Menteri RI pertama, tinggal di rumah tumpangan, Jasnya bertambal, bajunya hanya ada dua stel dan sudah butut hingga para stafnya patungan uang membelikan baju bagi Perdana Menteri dan Perumus Pancasila itu.
H Agus Salim ketika wafat pun tahun 1954 masih tinggal di rumah sewa. Salah satu Perumus Pancasila, anggota Dewan Volksraad, Diplomat & Menteri Luar Negeri era revolusi.
Moh Hatta pun mengalami masa-masa sulit sampai akhir hayat, yang tak mampu membayar iuran air hingga pajak dan keinginan yg tak terpenuhi untuk membeli sepasang sepatu Bally. Padahal beliau adalah Proklamator, Wakil Presiden, perumus pancasila, bahkan pendiri Negeri yang kaya raya ini.
KH Wahid Hasyim juga yang merumuskan Pancasila, memiliki pandangan seorang pemimpin tidak boleh bermewah-mewah, yang dicontohkan olehnya. Bahkan beliau sering melaksanakan shaum.
Tokoh perumus Pancasila lainnya, Prof KH Abdul Kahar Muzakkir yg jg pernah menjadi Anggota Dewan Konstituante yang hingga tua masih tinggal di rumah warisan orang tuanya. Kendaraannya hanya skuter bekas pemberian muridnya atau sepeda tuanya. Itulah contoh para pendahulu Islam dan bangsa ini yang hidupnya penuh kesederhanaan dan jauh dari kemewahan.
Pertanyaannya sekarang bagaimana dengan para pemimpin negeri ini? Mengapa korupsi di negeri ini semakin menjadi-jadi bahkan sebagian merela rela menjual aset bangsa dan memperbudak diri pada bangsa lain untuk mendapatkan sejumlah keuntungan materi dengan mengorbankan jiwa nasionalisme dan kepentingan bangsa secara umum. Semua itu sebab nilai kesederhanaan telah tercerabut dari diri para pemimpin. Na’udzubillahi min dzalik.
Demikianlah Islam mengajarkan kesederhanaan dan melarang bersikap boros dan berlebih-lebihan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. al-A’râf :31)
وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (QS. al-An’am :141).
Bahkan Rasulullah menegaskan dalam sabda :
عَن مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَمَّا بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ قَالَ إِيَّاكَ وَالتَّنَعُّمَ فَإِنَّ عِبَادَ اللَّهِ لَيْسُوا بِالْمُتَنَعِّمِينَ
dari Mu’adz bin Jabal dari Rasulullah Shallallahu’alaihiWasallam bersabda saat mengutusnya ke Yaman; “Jauhilah bermewah-mewah karena hamba-hamba Allah sejati tidak bermewah-mewah.” (HR. Ahmad, no. 21089)
Kesederhanaan hidup sangat terkait dengan persoalan keimanan seseorang. Artinya bahwa sikap hidup sederhana adalah cerminan dan wujud implementasi keyakinan seseorang, karena dirinya lebih mementingkan kehidupan akhirat daripada dunia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْبَذَاَةَ مِنَ الْإيْمَانِ
Sesungguhnya hidup sederhana termasuk cabang dari iman.
Bahkan hidup sederhana adalah menjadi ciri dari kehidupan para pencinta yang dicintaiNya (ibadurrahman). Sebagaimana dalam Firman Allah SWT :
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. al-Furqân :67).
Kesederhanaan pemimpin adalah solusi anti korupsi bagi negeri ini yang sekaligus menjadi ciri dari hamba para pencinta yang akan mengundang cinta ilahi hingga menurunkan keberkahannya atas negeri ini. Semoga diri kita diberi kemampuan untuk dapat menjalani hidup sederhana penuh dengan hati terbuka untuk bersedekah dan dijauhkan dari godaan syetan untuk hidup berlebihan. Semoga pemimpin negeri ini dijauhkan dari sikap bermewahan yang akan melemahkan jiwa kepedulian pada kepentingan bangsa. Semoga negeri ini diberikan keberkahan oleh Allah SWT. Aamiiinn…
Akhmad Muwafik Saleh, Dosen FISIP UB dan Motivator