Oleh : Akhmad Muwafik Saleh*
Puasa artinya menahan diri dari makan dan minum, Mulai sejak terbit fajar hingga terbenam matahari saat masuk waktu maghrib. Ada satu Pesan yang menarik bahwa makan dan minum bermuara pada aktivitas mulut seakan memberikan sebuah pesan bahwa puasa sejatinya adalah menjaga apa yang keluar masuk melalui mulut kita.
Pertanyaannya kemudian, Mengapa mulut yang harus diamankan ? karena memang berbagai persoalan hidup manusia, kekacauan dalam masyarakat bermula dari mulut. Disebabkan saling tebar kebencian, kebohongan, sehingga muncul ghibah, fitnah, perselisihan bahkan hingga perang, juga bermula dari ketidakmampuan menjaga mulut. Oleh karena itu Allah ingin melatih manusia dengan berpuasa agar mulut terjaga dari perbuatan yang buruk yang berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Artinya bencana kemanusiaan bermula dari bencana komunikasi.
Perhatikanlah, bagaimana sumber segala kekacauan itu bermula dari komunikasi. yang pada awal mula dilakukan oleh iblis saat melakukan protes kepada Allah swt atas rencana penciptaan manusia, hingga penentangan iblis atas perintah Allah untuk bersujud kepada Adam, dan berbagai upaya provokatif yang dilakukan oleh iblis terhadap Adam untuk menentang perintah Allah, bahkan pengungkapan kalimat kesombongan iblis atas dirinya dan merendahkan manusia, hingga berbagai upaya iblis untuk merusak tatanan kehidupan manusia dengan menggodanya agar terjadi perselisihan antar manusia. Semua itu bermula dari komunikasi. Artinya komunikasilah yang menjadi sumber awal dari bencana kehidupan.
Fitnah akhir zaman itu bermula dari lisan kita yang bersumber pada ketundukan diri atas hawa nafsu. Dari sinilah lahir perselisihan, pertikaian, permusuhan, pertengkaran, peperangan dan pembunuhan. Pada saat yang bersamaan fitnah demi fitnah dilancarkan, saling merendahkan, saling menjelekkan, saling serang dan saling fitnah. Sehingga fitnah menyebar ibarat malam yang semakin gelap gulita. Puasa mengajarkan supaya manusia belajar menahan hawa nafsunya, perut, lisan, mata, telinga hingga pikirannya agar tidak mudah mengumbar keburukan yang dapat menjadi sumber fitnah.
Puasa ibarat program ilahiyah yang menyekolahkan manusia agar belajar untuk menahan diri meredam fitnah mulut ini. Membelajarkan manusia agar menahan diri untuk tidak mudah mengumbar keburukan. Karena fitnah itu dapat merusak kemanusiaan membunuh manusia secara perlahan kemudian terasing dari kehidupan sehingga pantaslah Allah mengatakan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah menjelaskan, “Puasa merupakan perisai selama tidak dirusak dengan perkataan jelek yang merusak.” Puasa tidak hanya sekedar melatih seseorang untuk menahan haus dan lapar namun harusnya dengan haus dan lapar itu manusia belajar untuk menahan hawa nafsunya mengekang pikirannya dan mengkerangkeng tangannya untuk tidak memproduksi dan menebarkan keburukan karena sejatinya puasa hadir untuk membelajarkan itu semua.
Mengingat Pentingnya menjaga lisan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan arahan dalam sabdanya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رُضْوَانِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
“Dari Abi Hurairah, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba yang berbicara dengan kata-kata yang diridhai Allah ’Azza wa Jalla tanpa berpikir panjang, Allah akan mengangkatnya beberapa derajat dengan kata-katanya itu.
“Dan seorang hamba yang berbicara dengan kata-kata yang dimurkai Allah tanpa berpikir panjang, Allah akan menjerumuskannya ke neraka Jahannam dengan kata-katanya itu”.
(HR Bukhari, Ahmad, dan Malik)
Memang level terendah pada sesuatu itu adalah urusan perut ke bawah dan itu hanya untuk orang-orang awam yang berpikir pendek sementara level perut ke atas adalah milik orang-orang yang cerdas menahan mata telinga pikiran bahkan hati adalah milik orang-orang yang khusus. Seseorang mungkin telah menjalani puasa dalam sekian tahun perjalanan hidupnya. Dan harusnya suatu tindakan yang berulang itu, mampu menaikkan level dalam setiap perjalanannya.
Jika puasa yang kita lakukan berulang setiap tahunnya tidak mampu menaikkan level kemanusiaan kita maka artinya kita tidak pernah belajar dan mengambil pelajaran dari proses pembelajaran yang sudah kita lalui selama ini dengan kata lain puasa-puasa kita sejatinya telah mengalami kegagalan karena harus melakukan remidialisasi puasa. Bukti keberhasilan puasa kita manakala hari demi hari, tahun demi tahun, kita mampu menaikkan level kemanusiaan dari puasa yang mungkin sebelumnya hanya sekedar menahan perut ke bawah, maka tahun-tahun berikutnya harusnya belajar menahan fitnah perut ke atas, menahan pandangan, menahan pikiran, bahkan menahan hati kita dari ketundukan atas hawa nafsu
Sehingga jika demikian, setiap manusia akan mampu menahan dirinya dari menyebarkan fitnah keburukan. Dan seharusnya lebih cerdas di dalam produksi setiap tindakan, tidak mudah berucap yang dapat berdampak buruk pada orang lain, berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak dan berbuat, demikian pula lebih cerdas dalam bermedia, saring sebelum sharing agar fitnah tidak terus berkembang.
Imam An Nawawi memberikan penekanan tentang pentingnya menjaga Lisan Ini Seraya mengutip apa yang dikatakan oleh Imam Al-Kasa`i dari Bahr Kamil
احفظ لسانك ان تقول فتبتلي (* ان البلاء موكل بالمنطق
Jaga lisanmu mengucapkan sesuatu,jika tidak ingin terkena musibah
sesunggguhnya bala/musibah terwakilkan pada apa yang di ucapkan.
ketahuilah bahwa Wajah yang kotor tidak akan menyakitkan hati seseorang. Tapi lidah yang kotor pasti akan menyakitkan seseorang.
Puasa Ramadan sejatinya juga ingin mendidik dan melatih manusia agar mampu menjaga lisannya demi keselamatan kehidupannya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan puasa kita tercapai tujuannya, menjadi orang yang bertakwa. Yaitu orang yang mampu menjaga lisannya.(ams)
*) Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UB, Pengasuh Ponpes Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang