Kanal24, Malang — Dua perusahaan transportasi milik negara, yakni Whoosh (kereta cepat Jakarta–Bandung) dan Garuda Indonesia (Persero) Tbk (maskapai penerbangan nasional), kini sama-sama menghadapi beban utang ratusan triliun rupiah. Meski berada di sektor berbeda, keduanya tengah menjadi sorotan publik karena sama-sama membutuhkan campur tangan pemerintah untuk keluar dari tekanan finansial yang berat. Pertanyaannya, siapa yang lebih layak diselamatkan?
Utang dan Kondisi Dasar
Proyek kereta cepat Whoosh memiliki total utang sekitar Rp120 triliun. Meski besar, proyek ini masih menunjukkan potensi bisnis yang menjanjikan. Sejak dioperasikan, Whoosh telah melayani jutaan penumpang dan menjadi simbol kemajuan infrastruktur transportasi modern di Indonesia. Pemerintah juga telah menegosiasikan ulang skema pembayaran utang dengan kreditur asing hingga tahun 2085, dengan cicilan tahunan yang dinilai realistis dan dapat dijalankan tanpa menambah beban fiskal secara langsung.
Baca juga:
FH UB Bahas Reformasi Keuangan Pusat-Daerah Dorong Kemandirian Fiskal
Di sisi lain, Garuda Indonesia menghadapi kondisi yang jauh lebih kompleks. Total utangnya mencapai sekitar Rp185 triliun, dan sebagian besar merupakan kewajiban kepada perusahaan leasing pesawat luar negeri. Saat ini, Garuda hanya mengoperasikan sekitar 40 pesawat aktif, jumlah yang jauh di bawah kapasitas ideal. Keterbatasan armada, kepercayaan mitra yang menurun, serta jejak masalah hukum di masa lalu membuat upaya restrukturisasi berjalan lambat.
Analisis: Mana yang Lebih Layak Diselamatkan?
Beberapa analis menilai bahwa dalam konteks penyelamatan BUMN, Whoosh memiliki prospek yang lebih sehat dibandingkan Garuda. Pertama, skema utang Whoosh dinilai lebih terukur karena memiliki kepastian pembayaran yang jelas dan jangka panjang. Kedua, sebagai moda transportasi publik, proyek kereta cepat dinilai memberikan manfaat langsung bagi masyarakat luas melalui efisiensi waktu dan peningkatan mobilitas antarwilayah.
Garuda, sebaliknya, dinilai memiliki beban lebih berat. Selain masalah utang yang kompleks, tantangan utamanya terletak pada kepercayaan bisnis dan efisiensi operasional. Maskapai ini masih harus membuktikan diri pasca berbagai kasus penyalahgunaan wewenang dan pemborosan yang pernah terjadi.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Garuda memegang peranan strategis sebagai maskapai nasional. Hilangnya Garuda dari peta penerbangan internasional akan berdampak pada ribuan karyawan, rantai pasok industri pariwisata, hingga citra Indonesia di dunia penerbangan global. Oleh karena itu, opsi penyelamatan masih terbuka, tetapi harus dibarengi dengan reformasi manajemen dan transparansi yang ketat.
Tantangan dan Implikasi ke Depan
Bagi Whoosh, tantangan terbesarnya bukan hanya membayar cicilan, tetapi juga menjaga jumlah penumpang agar terus meningkat. Perluasan rute ke Surabaya menjadi kunci utama untuk memastikan proyek ini berkelanjutan secara ekonomi. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa biaya operasional dan perawatan tetap efisien agar tidak menimbulkan beban baru di masa depan.
Sementara bagi Garuda, fokus utama adalah mempercepat restrukturisasi dan menata ulang hubungan dengan mitra leasing. Jika gagal, ada potensi pemerintah akan mengalihkan peran strategis maskapai nasional kepada operator lain seperti Pelita Air. Ini menjadi sinyal kuat bahwa penyelamatan Garuda tidak bisa hanya bergantung pada injeksi dana, tetapi juga perubahan total dalam tata kelola perusahaan.
Selain itu, pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola risiko fiskal dari kedua entitas ini. Penyelamatan yang terlalu dalam berpotensi membebani APBN dan menimbulkan moral hazard di masa depan, yakni kecenderungan BUMN terus bergantung pada bantuan negara tanpa perbaikan fundamental. Transparansi, efisiensi, dan tanggung jawab menjadi kunci agar penyelamatan ekonomi tidak berubah menjadi beban politik.
Membandingkan Whoosh dan Garuda Indonesia dalam konteks penyelamatan keuangan ibarat menimbang dua sisi mata uang negara: satu simbol kemajuan teknologi, satu lagi lambang identitas nasional. Dari sisi bisnis dan keberlanjutan finansial, Whoosh dinilai lebih siap untuk diselamatkan karena memiliki proyeksi pendapatan dan mekanisme pembayaran yang jelas.
Garuda, meski sarat masalah, tetap memiliki nilai strategis yang tidak bisa diabaikan. Namun, penyelamatan Garuda tidak cukup dengan dana segar — yang dibutuhkan adalah perombakan sistemik agar maskapai kebanggaan Indonesia bisa benar-benar terbang kembali, bukan hanya bertahan hidup.
Keputusan pemerintah dalam menyelamatkan dua raksasa ini akan menjadi cerminan arah kebijakan ekonomi nasional: apakah memilih proyek masa depan yang progresif, atau menjaga simbol warisan yang masih tertatih di tengah langit utang yang menekan. (nid)











Comments 1